♫♬

Thursday, November 21, 2013

Diam. Adalah caraku mencintamu.

CINTA. 5 huruf yang tak akan pernah simple dan selalu rumit. Lebih-lebih jika cinta itu harus tidak-untuk-disuarakan. Alias diam. Iya. Cinta yang terungkap saja terkadang menyisakan luka yang dalam apalagi jika harus mencintai dalam keadaan diam.
            Aku sudah beranjak dewasa.

Aku tak akan  mendeskripsikan cinta dengan bahasa yang aku pun sebenarnya tak tahu. Yang ku tahu aku telah beranjak dewasa dan perasaan menyayangi seseorang itu pun telah-muncul-perlahan. Walau ku tahu, aku tak harus menyuarakan rasa sayangku pada subjek yang sebenarnya aku harapkan menjadi-imamku-kelak. Ada perasaan sayang yang muncul tiba-tiba atau sebenarnya melalui proses namun proses itu tak ku rasakan dengan nyata. Ada perasaan yang tiba tiba mengganjal dan otakku sesekali mengingat tentang dia. Walau hanya sekejap. Aku diam-diam memperhatikannya. Dalam keadaan yang sama sekali tak diketahui, sama sekali tak di anggap, sama sekali tak pernah tampak dan muncul kepermukaan sebagai orang yang menyuarakan isi hatinya. Aku hanya subjek yang mencintai namun diam. Sedangkan dia -yang kuharapkan menjadi imam- adalah orang yang tak menyadari kediamanku.

        Dalam diam. Dari kejauhan. Aku tetap bisa mencintai.
Aku tak sependapat. Jika Cinta menjadi alasan para remaja untuk menjalin ikatan yang tak seharusnya di jalin. Pacaran. Terlalu bodoh jika cinta di artikan dangkal. Menjalin hubungan yang katanya penjajakan sebelum menikah. Bukankah islam tak mengajarkan itu? Bukankah berdua-duaan adalah hal yang tergolong maksiat? Dari kejauhan aku hanya mampu menulis. Karenya hanya dalam tulisan aku bisa melihat apa yang tak tak ku lihat oleh mata. Dalam tulisan aku mampu mengenggenggam apa yang tak ku miliki. Dalam tulisan aku mampu menyuarakan isi hati dalam diam. Entahlah. Dalam diam aku menulis. Dan semua menjadi mungkin. Cinta yang ku tutup rapat. Cinta yang hanya aku dan mereka –beberapa temanku- yang mengetahui mungkin akan lebih aman jika ia memang benar-benar tersimpan rapi. Bukan untuk ku umbar. Bukan pula untuk di ungkapkan sekarang. Biarlah Allah yang menjagamu, Calon imamku.. Karena kini aku belum mampu berada disampingmu dan mengenggam tanganmu..

            Diam adalah caraku mencintaimu.
Karena tak selamanya cinta untuk di utarakan. Tak selamanya rasa sayang harus ku berikan pada orang yang kusayang. Mungkin saat ini perasaanku harus ku tutup rapat. Serapat mungkin. Biarlah aku disini mengagumi keinginanmu ingin berubah. Keteguhanmu inginku menjadi lebih baik. Biarlah aku peluk perasaan ini eraterat tanpa kamu tahu. Biarkan Allah yang mempertemukan kita nanti dalam pertemuan indah. Namun jika kau bukan jodohku. Maka percayalah lambat laun pun bayangmu yang ada dalam benakku akan hilang begitu saja. Dan membuatku melabuhkan cintaku pada orang yang tepat dan bisa jadi itu jodohku. Bukankah Allah maha membolak balikkan hati? Iya kan? Aku pun percaya itu :3

Calon imamku. Semoga kamu menitipkan cintamu padaNya..
Aku ingin mencintai seseorang yang karenaNya aku bisa belajar mencintaiMu lebih dalam. Calon imamku.. Semoga kamu menitipkan cintamu padaNya pula. Dan menyalurkan rasa cinta dan perhatianmu dalam bait bait do’a. Aku mungkin mengharapkanmu disini. Disampingku menemaniku setiap saat. Pagi,siang,sore dan malam hari. Tapi tidak untuk sekarang. Ada saatnya kita bersatu. Dalam ikatan yang sah. Ketika kita telah di anggap siap oleh Nya. Biarkan kita saling menjaga melalalui Dia. Dan kini, Marilah kita bersama-sama perbaiki diri.. Percayalah. Cepat atau lambat kita akan bertemu, Calon imamku..
           



Friday, November 8, 2013

Kenapa semua berujung pada pertanyaan?

     Kita telah berdamai. Namun aku rasa kita belum sepenuhnya berdamai dengan masa lalu. Buktinya. Selalu berujung pada pertanyaan “Kenapa?” dan masa yang telah lalu di korek korek sedemikian rupa hingga ada topik pembicaraan. Inikah caramu membuatku lebih tegar dari sebelumnya? Atau kau enggan pergi sepenuhnya dan membiarkanku sedih berkepanjangan? Aku tak mengerti. Belum mengerti dan entah apakah akan mengerti. Lelah pun juga menyesakkan dada. Ketika masa yang telah lalu di ungkit kembali. Yang kudapati hanya penyesakkan, yang ku dapati pun hanya sebuah rasa penyesalan yang sebenarnya tak berharga. Atau pengungkitan itu sesekali membuatku (terpaksa) mengingat apa yang seharusnya aku lupakan.

     Kenapa semua berujung pada pertanyaan?
Iya. Semua yang telah berlalu. Dari kemarin, kemarinnya lagi dan lagi. Bahkan tahun lalu. Sampai detik ini semua tak kunjung ku temukan akhir. Semua tak berkahir pun tak berujung. Aku lelah bertanya dalam diam “Kenapa semua berujung pada sebuah pertanyaan?” Sulit ku telaah. Kenapa semua begitu rumit dan begitu memusingkan kepala. Sesekali melupakan namun berkali kali mengingat. Tak adil. Cara kerja otakku tak adil. Mengapa ia harus “sesekali” melupakan dan “berkali-kali” mengingat? Semua masa lalu yang enggan ku ungkit kembali lagi menjadi pertanyaan. Lantas pertanyaan itu bercabang-cabang lagi hingga membuat pertanyaan baru. Well. Semua pertanyaanku semakin menumpuk dan apa ada jawaban? Sungguh. Sampai detik ini tak ada satu pun yang terpecahkan. Semua bersarang di kepalaku berputar-putar bahkan menjadi benih benih pertanyaan lain. “Kenapa serumit ini?”

   Pertanyaan.
Kembali pada pertanyaan. Bosan kadang, tapi bisa apa? Memang itu yang kutemui. Sejuta pertanyaan baru yang bercabang sehingga membuat pertanyaan baru. Bersyukurlah jika cabang dari pertanyaan itu tak membuat cabang lain. Bayangkan berapa banyak cabang pertanyaan di kepalaku? Bingung. Pertemanan yang kurasa singkat berujung pada pertanyaan yang meluap sampai-sampai aku pun tak mampu mengerti arti dari pertanyaan itu. Kenapa aku harus bertanya? Lebih lebih subjek yang aku tanya tak menjawab apa pun. Tak pernah memberi isyarat untuk menjawabnya. Menyesakkan? Sedikit mungkin. Sedikit berlebihan maksutnya.
   
   Mungkin memang harus berujung pada pertanyaan.
Mungkin? Iya. Dengan munculnya banyak pertanyaan. Kita masih dapat berbicara walau berujung pada pertanyaan itu lagi. Tapi jika semua nya berhenti tanpa pertanyaan mungkin kita akan benarbenar saling meninggalkan dan melupakan. Iya? Maybe. 

#Cunglin.

Tuesday, November 5, 2013

Tak Melulu Harus Bersahabat

    “Sayang tak melulu harus bersahabat” Seperti aku yang menyayangimu, tapi dunia tahu kamu bukan sahabatku, yu ;;) Tak mudah menganggap sahabat. Karena katanya sahabat itu akan ada dalam suka dan duka. Mungkin kamu ada ketika aku bahagia dan ketika aku mengalami masa dimana aku lupa bagaimana cara tersenyum. Tapi pertanyaannya adalah apakah aku juga ada ketika kamu jatuh dan terpuruk? Sahabat. Iya. Tak selamanya harus berstatus sahabat untuk saling mengerti. Tak melulu harus berembel embel “Dia sahabatku” untuk berkata “Aku menyayanginya” Dan tak perlu beranggapan sahabat untuk saling mengerti. Karena status “SAHABAT” tak selalu mulus dan lebih awet ketimbang pertemanan tanpa status “SAHABAT” itu...

   Bermain-main dan menerka.
Bermain-menerka. Selama ini aku terlalu sibuk bermain dan menerka nerka takdir. Menerka-nerka kemungkinan-kemungkinan kembalinya dia teman masa laluku. Sampai akhirnya aku tak memfokuskan ada kamu, mereka dan banyak orang disekitarku. Aku terlalu sibuk mencari bayang yang telah samar. Menggenggam bayangan yang tak mungkin nyata ku genggam. Padahal ada orang yang nyata sepertimu. Berkali-kali aku berfikir. Datang dari mana kamu? Kapan kita mulai dekat? Sejak kapan kita sering mentertawai satu sama lain? Bagaimana awalnya kita saling pukul karena candaan kita? Kenapa kamu datang-tiba-tiba? Atau aku lah selama ini yang terlampau buta akan kenyataan? Bahwa banyak orang lain selain dia yang masih mampu membuatku tertawa..

   Bukankah kamu dulu sainganku?
Dulu. Aku sempat iri. Dulu aku sempat kesal. Karena selalu kamu yang menjadi nomer satu. Sedangkan aku di bawahmu. Selalu dan selalu. Rasanya muak berteman denganmu. Karena di balik pertemanan itu ada rasa iri yang semakin menjadi. Namun, kenapa sekarang semua nya berbalik? Kenapa aku begitu rela menerima kenyataan dan iriku lenyap ? Bersaing tanpa iri. Bahkan sekarang aku tak segan-segan bertanya. Apalagi semenjak kita duduk satu bangku. Ada sayang yang muncul. Ada kepedulian yang terjalin. Ada rasa sepi jika tak bertengkar kecil. Aku tahu. Semua berubah karena kamu orang pertama yang peduli akan hari jadiku hari dimana aku dilahirkan. Iya. Seorang yang aku anggap saingan adalah orang yang pertama peduli akan kelahiranku. Kamu polos. Kamu terlalu lucu untuk di anggap saingan. Apalagi jika aku harus iri dan membencimu dalam diamku, kan?

   Aku baru tahu ternyata aku sayang.
Sebulan dua bulan sampailah 2 tahun. 1 tahun kita duduk satu bangku. Menuliskan cerita lucu, sedih dan ah entalah. Namun menyesakkan. Ternyata aku menyayangi teman sepertimu. Huh. Sesak? Iya sesak! Bukan karena aku menyayangimu. Tapi karena waktu nya. Kenapa harus  di pengujung ?

Dalam hitungan bulan pun kita akan berpisah. Tak akan ada lagi pukulan pukulan ku yang mendarat di lenganmu. Tak akan ada lagi goresan-goresan tinta ketika kita perang.
Tak akan ada lagi katakata “OH” dari mulutmu. Atau sekedar kata “Yaudah sih” yang kerap kali kamu lontarkan ketika aku terus saja berceloteh.
Lalu siapa yang akan mengalahkan ku lagi? Lalu siapa yang akan menjadi nomer satu di atasku? Bagaimana jika aku kesulitan menelaah soal akuntansi?
Siapa yang akan aku ganggu ketika ia sedang mencatat ?
Air minum siapa lagi yang akan aku minta dengan cara bertengkar kecil dulu? Siapa lagi yang selalu menyusahkanku ketika aku akan pergi ke kantin? Siapa yang akan ku bawakan kue lagi jika pamanku membuatkannya? Siapa lagi yang akan bernyanyi-nyanyi denganku ketika pelajaran kosong? Siapa yang akan menggoncengku pulang kerumah untuk mengambil rapot? Lalu......
Siapa lagi yang menggangguku ketika aku sedang bermain laptop? Lalu siapa yang akan mencolek daguku ketika aku cemberut? Orang mana lagi yang akan memberikan kue donat ketika aku menangis? Siapaaaaaa!!!!!
Aku barulah sadar, jika aku telat menyadari. Tak melulu harus berstatus sahabat untuk menyayangi..
Aku sadar ternyata aku sayang, ketika kamu diam.
Aku kehilangan tawa-tawa konyol kita. Aku kehilangan orang yang selalu aku pukuli lengannya. Aku kehilangan kata kata OH dari mulutmu. Aku kehilangan orang yang selalu punya bahan tertawaan.

Perbedaan tak harus membuat kita membenci kan? Aku tau. Dalam hitungan bulan semua akan berubah. Tak akan ada lagi Ayu yang duduk sebangku dengan ku. Tak akan ada lagi Ayu yang kusebut “Ciken hany” Tak akan ada lagi Sayu. Tak akan ada lagi Mbak Manager. Hanya ada ingatan tentang Triple S!!! :’’’’) Serius.
Dunia harus tau! Kalau kamu kini salah satu orang yang aku sayang....
Temanku.