♫♬

Friday, April 25, 2014

Abadi Dalam Tulisanku

Abadi dalam tulisanku.

Mungkin tulisan ini akan berhenti untuk kamu baca ketika tanganku telah lumpuh. Atau ketika nafasku telah terhenti. Juga mungkin karena aku tak lagi mampu merangkai kata demi kata yang lagi-lagi mungkin memuakkan untuk kamu baca. Mungkin tulisan ini akan berhenti ketika aku benar-benar di takdirkan untuk tidak bersama-sama kamu lagi. Mungkin, ketika dunia kita telah berbeda. Aku dikeabadian dan kamu dalam dunia yang kamu ciptakan....

Tulisan ini memang memuakkan. Membosankan. Membuat fikiranmu penuh dengan kosakata baru. Dan cerita-cerita yang lama yang selalu ku ungkit dengan bahasa yang rumit. Mungkin, tulisanku tidak pernah bersemanyam dalam benakmu. Tidak pernah pula kamu pahami kode-kode rahasia dibalik tulisanku. Mungkin, kamu juga tidak akan pernah mengerti rahasia apa yang aku maksudkan...

Tapi percayalah, cepat atau lambat kamu akan mengerti. Kenapa semuanya aku tuliskan dan aku jelaskan melalui media tulis menulis. Bukan dengan suara atau lisanku. Kamu mungkin tidak berfikir, jika aku sudah berfikir kan? Aku membuat jejak selama ini tentang kehidupanku. Tentang rasa cintaku dalam diam, tentang hobbyku menulis. Tentang pertentangan orang tuaku, tentang kamu...temanku. Agar ketika tulisanku terhenti di satu titik. Itu pertanda bahwa aku telah...pergi. Dan semua tetap abadi dalam tulisanku. Tidak akan pernah ada yang mampu merubahnya. Termasuk kenyataan bahwa aku pernah mempunyai teman terdekat sepertimu yang sampai sekarang masih aku harapkan kembali...

Katakan pada dunia ketika tulisanku berhenti, bahwa kamu adalah orang yang paling sering hinggap dalam tulisanku. Katakan pada dunia, bahwa tulisanku ini adalah kehidupanku. Adalah kata hati yang tidak pernah terucap oleh lisanku. Adalah usahaku dari menyakinkan ayah dan ibu. Adalah jerih payah ketikan jemariku...

Percayalah, ada atau tidak adanya aku dikemudian hari. Kamu akan benar-benar abadi dalam tulisanku. Dalam kalimat kepura-puraan kerelaanku, atau kalimat-kalimat rasa kasihku terhadapmu, temanku... Ingatlah, kamu akan abadi.. Walau aku tidak akan pernah abadi dalam hidupmu. Sebab aku tahu, yang disayang tidak selamanya memiliki rasa sayang yang sama,kan?


Allah Selalu Adil, Kan?

Kembali lagi menulis sesuatu. Kembali lagi memberi kabar pada dunia bahwa aku masih mampu menulis. “Apa kabar semua?” Ah ya, pertanyaan yang jawabannya pun tak mampu aku dengar. Bagaimana bisa jaringan yang hanya menampilkan audio, dan tulisan ini bisa menyiarkan langsung apa yang dikatakan orang di balik layar. Jika memang bisa, itu juga melalui aplikasi. Sykpe misalnya. Sudahlah. Penat. Lelah. Entah apalagi yang harus ku katakan.

Kembali lagi mencoba untuk menelaah kehidupan.
Semakin mengerti, bahwa hidup memang bukan untuk dimengerti. Tak perlulah aku tahu, mengapa mereka meninggalkanku. Mengapa air mata turunnya dari mata bukan dari hidung atau telinga. Tak perlu tahulah, mengapa kenyang selalu muncul setelah makan. Tentu. Hidup harus di jalani bukan dimengerti.

Mengerti atau tidak. Tahu atau tidak. Hidup terus berjalan. Tidak pernah berhenti walau hanya sekian detik. Terlalu sulit untuk dimengerti, tak mungkin mengerti tentang keseluruhan hidup. Sulit pula mengerti arti ‘keadilan’ menurutNya.

Ada yang kaya. Ada yang miskin. Ada yang sedang-sedang. Ada yang susah dijalan. Ada yang meminta-minta. Ah ya, itu memang selalu adil. Entah dari mana sisi keadilan itu. Manusia hanya bisa menyumpah-nyumpahi kehidupan. Tidak peduli. Jarang sekali bersyukur. Ya Allah terkadang kami butuh. Butuh sekali mata hati yang bersih. Agar kami segera paham dari mana sisi keadilanMu itu..

Aku juga sudah berhenti menyumpah-nyumpahi keadaan. Walau aku belum mengerti apa maksud rentetan cerita yang kualami. Aku sebenarnya peduli, tapi ah tidak. Aku berusaha untuk tidak mempedulikannya. Dipedulikan atau tidak, cerita-cerita menyenangkan sekaligus memuakkan itu akan terus berjalan. Tanpa henti pula. Mana peduli cerita-cerita itu dengan suasana hatiku. Mana mengerti cerita-cerita itu tentang situasi hidupku. Dia hanya mengikuti Sang Penulis nya saja.

Aku merasakan hampa. Lengang. Sepi. Rasanya kosong. Tidak ada warna. Datar. Monoton. Membosankan! Menyebalkan betul akhir-akhir ini. Kebahagiaan macam apa lagi yang harus aku cari. Aku sudah bebas menulis sesukaku. Di dukung pula;walau tak sepenuhnya. Tapi hatiku masih terasa kosong. Sepertinya aku mencari seseorang. Sayang, orang itu tak sadar bahwa aku terus mencarinya selama ini. Malah, aku tak tahu seseorang mana yang aku maksud.

Kerinduan membuncah. Bagai anak panah yang terus ditembakkan. Dor. Dor. Dor. Eh bukan ding. Mana ada pula anak panah bunyinya seperti itu. Tapi apapun bunyinya, aku memang rindu. Rindu tawanya, rindu cerita-cerita di sela malamku, rindu pula caranya memperlakukanku seperti adiknya. Kerinduan ini tidak bisa dikendalikan. Seenaknya saja memuncak bagai tumbuhan yang sudah menjulang tinggi. Berkembang biak lagi. kehidupan ini benar-benar membuat hatiku tahan banting. Sudah sudah. Aku kini tahu, yang aku rindukan itu dia. Dia sahabatku. Ah ya, terlalu cepat menganggap sahabat. Bukan, mungkin yang tepat teman seperjuangan. Tapi, jika seperjuangan. Mana mungkin dia meninggalkan teman seperjuangannya.

Hidup, memang sulit untuk dimengerti..
Celakanya, kerinduan ini malah membantuku untuk menulis, apa saja. Menyebalkan bukan! Dendam positif itu selalu hadir. Aku percaya, janji kehidupan yang lebih baik. Sama seperti kata Tere Liye bukan padaku, tapi dalam bukunya.

Kehidupan yang lebih baik akan datang pada manusia yang tidak mengeluh. Tidak terus menyumpahi takdir. Terus berusaha. Berdo’a. Dan bersyukur.
Aku memang tidak tahu keadilan dari mana “ditinggalkan” itu. Tapi, hasil akhirnya pasti akan baik-baik saja. Walau entah kapan. Entah masih bernapas atau tidak...
Allah, selalu adil,kan?


Sunday, April 20, 2014

Kebisuanmu adalah Tanda Tanya

Aku mulai terbiasa tanpa kata. Aku mulai bisa menerjemahkan bahasa-bahasa yang tak terucap. Entah benar. Entah salah. Aku sudah cukup mengerti bahwa terkadang diam itu lebih baik dari pada berbicara. Dan terkadang mungkin lebih baik menyimpan dari pada memberi.

Selama ini, aku sudah berusaha menyumbangkan pita suaraku agar kau mau bersuara lagi ketika bertemu denganku. Dengan sisa-sisa bahasa yang pernah kau ajarkan padaku, kini aku belajar mengajarimu untuk menggunakan pita suaramu kembali. Pada nyatanya, usahaku belum berhasil. Kau masih dengan kebungkamanmu...

Kebisuanmu adalah tanda tanya.
Tanda tanya besar yang dengan sisa bahasa itu pun aku belum mampu menerawang arti kebisuanmu. Sulit terpecahkan. Kadang menerawang jauh bahwa kebisuanmu adalah caramu pergi dan berusaha tak pedulikanku. Jika kau menganggapku biasa saja, kenapa pula kau harus berlaku seperti kau sangat sulit untuk menjauhiku? Hingga berbagai cara kau lakukan....termasuk dengan berpura-pura bisu. Tapi, bisa jadi kau memang benar-benar malas berbicara denganku karena berbicara denganku adalah hal paling memuakkan sepanjang sejarahmu. Namun, bisa jadi kau takut jika kau berbicara denganku masa lalu itu akan menjadwal hadir dikepalamu dan berputar-putar lagi.

Entahlah...

Bisumu masih menjadi tanda tanya.....

Thursday, April 10, 2014

Mimpi Kecilku di Ujung Senja

Berlari dengan kaki yang kupunya tanpa kakimu.
Berjalan kearah mana pun tanpa ada kamu disampingku.
Kakiku berlari, berjalan searah dengan matahari yang tenggelam.
Entah apa yang kucari disana..
Mungkin kuharap sosokmu tiba-tiba hadir disampingku.
Kembali menggenggamku seperti dahulu..
Mataku berlari kesana-sini. Tetap sama.
Mencari sosok yang telah lama pergi.
Nadiku seolah ingin berhenti. Karena yang kudapati hanya sosok semu dibalik senja..
Bayang semu dibalik kenangan...
Mimpi kecilku telah pudar, senja kini telah hilang...
Anganku samar. Bahkan harus kupedam..

Katakan pada dunia, bahwa aku punya mimpi...
Katakan pada semesta bahwa aku pantas menggapai mimpi..
Mimpi kecilku dibalik senja...
Mimpi kecilku itu bertemu kamu..

Bayang nyata yang telah menjadi semu...

Monday, April 7, 2014

Kalian

Keberadaan kalian mungkin kurang aku perhatikan. Keberadaan kalian bahkan cenderung terlupakan. Karena yang ku fikir adalah kalian disini bersamaku, sejauh apa pun aku melangkah keluar dari kehidupan kalian. Tetap saja nyatanya kalian ada di sampingku. Aku memang merasakan, saat dimana kalian ingin mendekat denganku. Ingin berbagi cerita, ingin berbagi tawa denganku. Namun kadang, saat itu pula aku mengubah ekspresi wajahku seolah berkata “aku gak mood” aku pun merasakan hal yang sama. Hatiku belum sepenuhnya bisa menerima orang baru untuk masuk dengan leluasa dikehidupanku. Aku tidak ingin lagi. kehidupanku di obrak-abrik oleh orang asing yang aku persilahkan masuk begitu saja.

Aku memang menyayangi kalian, mungkin belum sebesar rasa sayang kalian terhadapku. Aku memang ingin membuat kalian tertawa sama seperti usahaku ke dia. Tapi kadang hatiku masih belum terima, dan hatiku terkadang ingin membalas dendam untuk melakukan hal yang ia lakukan ke orang lain. Agar orang lain sama sakitnya dengan apa yang aku rasakan. Aku tahu itu salah.. aku tahu aku masih egois.. aku juga merasa aku belum pantas untuk kalian harapkan menjadi seorang sahabat. Aku merasa berdosa ketika kalian berharap dan menganggapku sebagai sahabat atau motivasi atau teman terdekat kalian di tambah lagi orang yang kalian percaya..


Aku masih merasakan bahwa aku belum sepenuhnya rela dan penuh cinta ketika menghadapi kalian. Aku belum sepenuhnya sabar dan ikhlas ketika kalian bermanja-manja denganku atau sekedar ingin aku perhatikan. Aku juga terkadang masih malas untuk berbasa-basi menanyakan kabar keadaan atau ingin tahu lebih dalam tentang keadaan kalian pada saat itu. Padahal seingatku, ketika air mataku tumpah. Kalian selalu berkata “kenapa?” “cerita lah” dan sebagainya. Itu cukup menunjukkan kalian peduli. Ketika aku jatuh kalian ada memang untukku, memberiku semangat yang kadang tidak aku harapkan semangat itu muncul dari kalian.

Aku merasa sangat bersalah ketika aku kembali berfikir tentang hatiku. Berfikir sejenak tentang apa yang telah aku lakukan dan apa yang telah kalian korbankan untukku. Aku berfikir aku tidak baik untuk kalian. Sedangkan kalian ingin dan malah menganggapku mengerti kalian. Cerita yang bagaimana lagi yang akan menghadangku setelah ini...

Aku memang mau membantu kalian ketika kalian membutuhkanku, tapi aku juga belum mendapatkan rasa kepuasan ketika telah membantu kalian. Rasanya sama seperti aku membantu orang lain yang bukan siapa-siapa di hidupku. Sedangkan kalian? Aku sangat merasakan bahwa ketika aku berhasil tertawa karena kalian, kalian pun sama bahagianya dengan bahagia yang aku rasakan. Kenapa kalian begitu tulus sedangkan aku masih seperti ini? Masih dengan kesakithatian yang rasanya ingin aku lampiaskan?

Kalian..
Apakah dengan kejujuran ini kalian masih menganggapku teman terdekat? Sahabat? Dan orang yang bisa di percaya? Apakah dengan tulisan yang murni ini kalian akan tetap menganggapku ada sama seperti waktu itu?
Kalian...
Apa mungkin ketika kalian membaca ini yang kalian lakukan selanjutnya adalah berlaku sama dengan apa yang aku lakukan? Atau kalian akan menuntunku untuk menghapus kesakit hatian dan mengajariku bersikap yang baik dengan orang lain?
Apa kalian masih mau mengajariku untuk menyayangi kalian dengan tulus tanpa berniat ingin membalas dendam?

Sampai sekarang aku masih merasa sangat berdosa dengan kalian.. Dengan manusia yang Allah ciptakan dengan hati yang lembut tapi harus aku perlakukan dengan ketidak lembutan hatiku. Semoga Allah mengampuniku... dan kalian memaafkanku..

Dengan tulisan ini..
Aku ingin kalian dengar kata-kataku. Terimakasih telah mengharapkanku. Telah menganggapku sahabat, teman terdekat bahkan orang yang kalian anggap mengerti kalian. Maaf jika perkataanku, perbuatanku tidak seimbang dengan apa yang kalian lakukan untukku. Percayalah, aku sedang bergelut dengan hatiku untuk tidak berlaku kasar dan menyakitkan hati kalian sama seperti dia menyakitiku..

Semoga Allah melindungi kalian selalu, orang yang berbaik hati menyayangiku..
Semoga Allah memberikan kebahagiaan sama seperti kalian yang berusaha memberikan sebuah tawa dikehidupanku ketika aku menangis..
Semoga Allah melembutkan perkataanku ketika berbicara dengan kalian sehingga kalian akan tetap disini bersamaku, tidak meninggalkanku pula..
Kalian...
Terimakasih untuk senyum yang kalian ciptakan J


Sunday, April 6, 2014

Walau Sementara

Aku bahagia melihatmu baik-baik saja. Walau tangis ingin ku keluarkan dari bola mataku ketika kudapati kau sama sekali seolah tak mengenalku.Oh mungkin, kau tidak melihatku. Baiklah..
Terpaksa, aku harus berlaku sama. Pura-pura lupa siapa kau. Pura-pura lupa bahwa aku tak pernah merindukanmu. Mataku memang tidak mengeluarkan air mata, tapi hatiku sudah sedari tadi menangis. Pilu. Entahlah. Semuanya terlalu menyakitkan untukku. Perasaan ingin tak mengenalmu itu sangat kuat. Tapi rasanya untuk membencimu juga mustahil. Andai saja semua tidak berujung seperti ini. Andai saja kau tahu, dari mana aku bisa berdiri seperti ini,dan alasan kenapa aku masih disini.

Kupernah bilang, “ini tulisan terakhir” tapi sepertinya, aku tidak akan pernah bisa berhenti menulis tentang masa lalu, termasuk kau yang pernah mengisi hariku dengan tawa. Kau tahu teman? Kau membuatku bangkit dari keterpurukan yang begitu hebat.  Terkadang aku memang merasa bisa hidup tanpa kau, tanpa semangatmu, toh apa? Hidupku bukan di seputaran kau saja. Tapi terkadang, seperti hari ini aku mulai merasa kehilangan lagi. Andai kau tahu, rasa kehilanganku sangat...................besar.

Baiklah. Kurasa tulisanku kali ini sampai situ saja..

Kembalilah...walau sementara, sayang...........


Friday, April 4, 2014

Rasa itu kembali.

Rasa itu kembali.

Rasanya hati yang dahulu gersang. Sunyi. Hampa. Tanpa warna. Kini telah tumbuh bunga-bunga berbagai warna. Allah selalu punya banyak cerita yang tidak terduga. Sampai hari ini aku merasakan satu di antara banyaknya cerita yang telah ada. Maha besar Allah yang telah mendatangkan rasa tanpa sebuah pertemuan yang nyata. Tanpa nafsu untuk memiliki dan tanpa ikatan yang berujung pada kelalaian terhadap perintahNya..

Aku mulai merasakan getaran, entah apa itu. Yang pasti tanpa sebuah pertemuan pun. Cinta itu bisa hadir. Kelihatan aneh mungkin. Tapi ini nyata. Ketika biasanya “Cinta pada pandangan pertama” Kini yang kurasa malah “Cinta pada percakapan pertama”. Cinta? Entah lah rasa apa yang telah ku jalani sekarang. Berbagai warna. Terkadang tersenyum terkadang juga lupa. Aku tidak menjadikannya titik fokusku. Namun dia tetap ada di belakang titik fokusku. Walau dia samar-samar tapi masih terlihat oleh kedua mataku. Sebab jika dia yang menjadi titik fokusku. Maka mimpi-mimpiku lah yang akan samar.

Rasa itu kembali. Setelah 2 tahun belakangan ini rasa itu mati. Dia hadir dengan kesederhanaannya. Dengan tutur kata yang tidak di buat-buat agar terkesan baik. Semua senatural mungkin dia lakukan. Belum genap sepekan aku mengenalnya. Tapi rasa itu sudah muncul entah bagaimana caranya. Entah bagaimana prosesnya. Bukan hasrat untuk memiliki. Tapi karena agama yang ada pada dirinya.

Baru kali ini aku merasakan beda. Beda karena rasa yang timbul tidak terlalu berpengaruh besar. Hati berharap dalam diam. Dari kejauhan. Iya ini benar-benar jauh. Bahkan untuk bersapa-sapaan saja tidak semudah itu. Lebih membatasi takut kalau-kalau dikemudian hari kedekatan yang awalnya biasa malah berubah menjadi maksiat yang luar biasa.

Sesekali timbul. Beberapa kali menghilang. Dalam do’a mendoakan. Dalam sepi berharap datang. Semuanya hanya karena... rasaku karenaNya. InsyaAllah..

Semoga dipertemukan di lima tahun yang akan datang, kak... Jika berjodoh. Jika tidak, pasti akan ada penggantinya :D Life is so simple, kan?

Batam, 04-04-2014

Thursday, April 3, 2014

Antara mengejar dan berhenti part 3

Antara mengejar dan berhenti part 2 lalu tentang pilihanku untuk tetap mengejar impianku (menjadi penulis). Tanpa dukungan ayah dan ibuku. Part ke 3. Adalah part yang paling bahagia. Ternyata benar kata Rm temanku (?) Dia pernah memberi tahuku bahwa orang tua akan seutuju dengan apa pun yang dipilih anaknya ketika si anak telah menunjukkan bahwa dia bisa. Semacam bukti nyata dari yang dipilih misalnya.

Benar sekali.
Mulanya, ayah dan ibu sama sekali tidak respect dengan bidang yang aku cintai ini. Tentang menulis. Tentang kesibukanku di depan laptop dan mengetikkan apa pun yang ada di benakku. Jangankan respect peduli dengan hobbyku saja tidak. Bahkan menyepelekanku.
Sampai suatu saat aku benar-benar jatuh terpuruk, tanpa semangat dari siapapun. Beruntunglah Rm temanku itu masih menyemangatiku waktu itu. Hingga aku memilih untuk terus menlaju memeluk mimpiku..

Waktu berganti, berganti pula sikap temanku ini. Sama saja seperti ayah dan ibu. Temanku yang dahulu menyemangatiku, kini pergi dan mungkin tak kembali *halah*.
Seiring berjalannya waktu, walau tanpa temanku. Aku terus berjalan, bahkan berlari. Dengan kakiku sendiri tidak lagi ia pinjamkan kakinya untuk membantuku berlari. Aku benar-benar berjuang sendiri. Dengan kaki dan tangan milikku. Aku mengikuti lomba menulis apa pun itu. Dari tema yang tidak aku tahu, tidak pernah membuatnya sampai sok bisa. Semua itu kulakukan hanya untuk mencari bukti, bahwa aku bisa menjadi penulis. Walau menjadi penulis terkenal itu butuh..........waktu.. yang.....panjang....................

2 bulan berlalu.. ada beberapa lomba yang aku ikuti. Gagal. Tulisanku memang tidak bagus ternyata. Bahkan memuakkan. Akhirnya ada lomba menulis dan tulisanku menang. Waktu itu hadiahnya Gamis + Kerudung + Buku Tausyiah Cinta. Itu event pertama yang berhasil aku menangkan.. Ya walaupun begitu, ayah dan ibu sudah sedikit respect dengan tulisanku..

Sebulan lagi berlalu..ada lomba yang terlupakan olehku. Aku memutuskan untuk melihat pengumumannya. Dan... naskahku menang. Apapun itu aku bahagia. Walau belum meraih juara 1 tapi setidaknya aku bisa membuktikan, aku bisa menulis.

Aku berikan sertifikat itu ke ayah dan ibu.. Mereka tersenyum. Kali ini bukan hanya sedikit. Tapi benar-benar respect. Kini, ketika aku sedang menulis ibu sering bertanya hal-hal apa pun itu. Ayah juga sering memberiku nasihat, agar menulis dengan hati dan inspiratif..

Aku bahagia dengan duniaku sekarang, temanku memang pergi. Tapi semangatnya masih disini bersamaku. Ayah dan ibuku kembali bersamaku. Kini pun menyemangatiku.. semua orang kini tak lagi memandangku sebagai seorang pemimpi belaka. Tapi sebagai orang yang berusaha keras dari NOL menuju mimpi yang luar biasa...
Tunggu novelku ya....
@Wulanarya

Oh ya, naskah ku yang menang di bukukan judulnya Ekspresi Jiwa Dalam Goresan Pena by Rasibook. Bisa pesen ke @Rasibook atau ke aku @Wulanarya :--) Harga : @36.600 ..