“Aku bahkan sangat lelah!”
Dia membathin. Berusaha menutupi
segalanya pada dunia. Hatinya terlalu hancur, harapannya menjadi samar dan
lambat laun musnah. Keterbatasannya membuat dunia seolah terputus dengan dia.
Dia adalah Cahaya. Ketika orang di luar sana berjalan menggunakan kaki mereka. Dia
hanya terduduk di kursi roda miliknya. Ketika mereka mampu melihat indahnya
matahari terbenam, burung-burung yang berterbangan, rumput-rumput yang
bergoyang, indahnya matahari pagi. Ketika mereka mampu menelaah warna
hijau-jingga-biru dan rentetan warna lainnya. Ketika hidup mereka berwarna. Dia
kebalikannya. Yang ada hanya gelap tanpa warna. Sama sekali tak pernah ia jumpai
warna hijau atau semisalnya. Dia hanya melihat warna hitam tanpa cahaya. Meski
namanya Cahaya. Ia sama sekali tak pernah mengenal cahaya dalam hidupnya. Matahari
yang menyengat tak sama sekali membuat matanya mampu melihat titik terang
menggantikan gelap yang ia rasakan..
“Kau sedang
apa? Mengapa kau menangis, sayang?”
Terdengar suara lembut. Cahaya sangat mengenal suara itu.
“Tak apa-apa
kak. Aku baik-baik saja” Cahaya menoleh ke
arah kakaknya. Ia tersenyum getir, seolah baik-baik saja.
Kakaknya
mengerti betul. Bahwa senyum adiknya itu adalah kesakitan yang ia sembunyikan.
“Kau ikut aku ya!” Kata kakaknya lagi. Cahaya bungkam tak memberikan jawaban.
Namun akhirnya menyuarakan “Baiklah, kak”.
***
Ditempat lain.
Gadis berkerudung merah jambu telah berada di rumah barunya. Rumah megah yang
terbilang mahal. Dia sama sekali tak angkuh bahkan cenderung ramah dan baik
hati. Angin sepoi-sepoi menyenggol kerudungnya.
Ia pun segera masuk ke rumah membawa koper yang sedari tadi berada di
tangannya.
“Bunda, apakah
disini aku akan menemukan teman?” Kata gadis berkerudung merah jambu itu.
“Tentu saja.
Kau akan mendapatkannya.” Kata bunda sambil mengelus gadis itu.
“Nanti sore,
Cinta boleh ya jalan-jalan?” Kata gadis itu yang ternyata bernama Cinta.
Bunda
mengangguk mengiyakan dan tersenyum. Cinta. Pantaslah ia bernama Cinta gadis
manis berkulit putih bersih dan tinggi. Memberikan aura positif bagi yang
melihatnya. Penuh kasih dan murah senyum.
Ketika panas
terik tergantikan oleh suasana hangat penuh cahaya ke orange-orangean. Dia
pergi mengelilingi kompleks. Hingga kakinya melangkah pasti menuju taman di
seberang. Taman itu tak terlalu besar tapi indah. Tertata banyak bunga-bunga
disana. Ada ayunan yang terpasang menambah kesan taman yang sesungguhnya.
Ia duduk di
ayunan itu. Menatap kosong ke depan. Entah apa yang ia perhatikan. Angin sepoi-sepoi
tadi kembali menyenggol kerudungnya.
Dia sama sekali tak bergeming. Tetap diam terhanyut dalam lamunan yang ia
sendiri tak tahu. Apa yang sedang ia lamunkan?
“Permisi, dik”
Kata perempuan bersuara lembut yang berhasil memecahkan lamunan dan mengobrak
ngabrik nya dengan lembut. Perempuan itu membawa seseorang. Siapa? Dalam hatinya penuh tanya. Siapa pula yang duduk itu? Rentetan
pertanyaan baru.
“Aku tinggal
di seberang jalan. Kau baru pindah? Aku tak pernah melihatmu sebelumnya. Ini
adikku” Kata perempuan itu lagi. Cinta belum mengeluarkan satu kata pun. Ia
sibuk memperhatikan seorang yang dibawa perempuan itu.
“Hallo, aku
Cahaya” Cahaya mengulurkan tangan seolah tahu dimana keberadaan Cinta. Cinta
terbelalak karena tangan yang menjulur sama sekali tak tepat ke arah dimana ia
berdiri. Ia baru menyadari bahwa orang yang dihadapannya itu buta lagi lumpuh.
Cinta tersenyum. Menyambar juluran tangan Cahaya dengan penuh kasih.
Sekitar
setengah jam berlalu. Kakak, cahaya dan Cinta berbincang-bincang di taman. Baru
kali itu Cahaya terlihat bersemangat berbicara dengan orang selain kakaknya.
Mereka mulai akrab, Cahaya dengan keterbatasannya diterima oleh Cinta yang
hampir mendekati sempurna. Mereka bersahabat begitu dekat. Cinta selalu
mengajak Cahaya jalan-jalan melihat pemandangan
diluar. Matahari terbenam, burung-burung yang berterbangan, bunga-bunga yang
tumbuh. Tapi apalah daya, Cahaya sama sekali tak mengerti bagaimana burung
terbang, bagaimana bunga-bunga itu tumbuh. Cahaya hanya mahir melihat kegelapan,
dan hitam..
***
Sebulan
setelah keakraban mereka terjalin.
Di taman
pertama kali mereka bertemu. Di temani suara kicauan burung-burung kecil. Angin
yang berhembus lembut. Cahaya malang bercerita kepada Cinta. Dengan penuh asa.
Sesak yang mendalam dan mencoba menyekat air mata.
“Cinta.. Kau tau? Aku sangat tersiksa. Aku tak mampu melihat bagaimana
wajahmu.Aku yakin, kau sangat cantik. Sama seperti hatimu. Aku hanya mampu
mengetahui warna hitam. Aku kesulitan melihat
dimana kau berdiri. Tepatnya menebak.
Aku juga ingin berlari. Berjalan disampingmu. Bermain ayunan. Dan tak
terus-terusan duduk di kursi roda ini” Cahaya tak mampu membendung air matanya.
“Selama
17tahun aku hanya duduk. Bertemankan dengan hitam dan gelap. Aku bosan.”
Katanya lagi, kini air matanya turun lebih deras. Membanjiri pipinya.
“Aku tahu, aku
tahu kau hebat! Kau mampu bertahan selama ini. Kau mampu menyembunyikannya pada
dunia. Ada satu hal yang kau lupa. Kau bisa melihat! Kau juga bisa berjalan!”
Cinta menjawab dengan suara serak menahan tangis.
“Aku sudah
mencoba! Tidak bisa, cinta!” Jawab Cahaya dengan tangis yang tak kunjung
mereda. Sore itu suasana mulai berbeda. Cerah berubah menjadi gelap. Hujan
tiba-tiba menerpa. Keduanya masih duduk ditaman.
“BISA!!!! KAU
HARUS COBA LAGI, bersamaku!” Cinta menarik Cahaya dengan paksa. Menjatuhkannya
ke tanah. Tubuh Cahaya terhempas. Cinta menjulurkan tangannya. Membantu Cahaya
berjalan ditengah hujan yang menguyur mereka.
“KAU PASTI
BISA! PEJAMKAN MATAMU! TEKATKAN DALAM HATIMU APA YANG SELAMA INI KAU INGINKAN.
ME-LI-HAT!” Cinta memberi semangat. Cahaya dan cinta terus berjalan. Cahaya
menutup matanya. Sekitar beberapa menit
“YaAllah..Aku ingin melihat. Setidaknya melihat wajah sahabatku” Ia buka
lagi matanya. Terlihat tetesan air yang menyerbu taman, bunga-bunga dan
sahabatnya! Cinta melepaskan tangannya. Cahaya berjalan terseok-seok. Meski
berkali-kali terjatuh. Ia memaksa sarafnya bekerja entah seberapa sakit ia tak
peduli. Hanya ingin berjalan.
“Cinta? Aku
menyayangimu! Aku tak tahu bagaimana ini bisa terjadi. Tak ada yang tak
mungkin. Kumustahilan yang dulu ku harapkan kini menjadi nyata. Terimakasih!”
Cahaya sepenuhnya bisa melihat meski agak samar. Ia peluk sahabatnya. Cinta
juga bingung kenapa kejadian itu bisa terjadi. Apapun alasannya. Mereka
berbahagia. Di tengah hujan mereka bermain hujan berdua. Sama seperti impian
Cahaya. “Kau adalah keajaiban, Cinta.” Bathin
cahaya dan tertawa lepas bersama sahabatnya..