♫♬

Wednesday, February 5, 2014

Keajaiban Cahaya Cinta

            “Aku bahkan sangat lelah!”

Dia membathin. Berusaha menutupi segalanya pada dunia. Hatinya terlalu hancur, harapannya menjadi samar dan lambat laun musnah. Keterbatasannya membuat dunia seolah terputus dengan dia. Dia adalah Cahaya. Ketika orang di luar sana berjalan menggunakan kaki mereka. Dia hanya terduduk di kursi roda miliknya. Ketika mereka mampu melihat indahnya matahari terbenam, burung-burung yang berterbangan, rumput-rumput yang bergoyang, indahnya matahari pagi. Ketika mereka mampu menelaah warna hijau-jingga-biru dan rentetan warna lainnya. Ketika hidup mereka berwarna. Dia kebalikannya. Yang ada hanya gelap tanpa warna. Sama sekali tak pernah ia jumpai warna hijau atau semisalnya. Dia hanya melihat warna hitam tanpa cahaya. Meski namanya Cahaya. Ia sama sekali tak pernah mengenal cahaya dalam hidupnya. Matahari yang menyengat tak sama sekali membuat matanya mampu melihat titik terang menggantikan gelap yang ia rasakan..

“Kau sedang apa? Mengapa kau menangis, sayang?” Terdengar suara lembut. Cahaya sangat mengenal suara itu.
“Tak apa-apa kak. Aku baik-baik saja” Cahaya menoleh ke arah kakaknya. Ia tersenyum getir, seolah baik-baik saja.
Kakaknya mengerti betul. Bahwa senyum adiknya itu adalah kesakitan yang ia sembunyikan. “Kau ikut aku ya!” Kata kakaknya lagi. Cahaya bungkam tak memberikan jawaban. Namun akhirnya menyuarakan “Baiklah, kak”.
***
Ditempat lain. Gadis berkerudung merah jambu telah berada di rumah barunya. Rumah megah yang terbilang mahal. Dia sama sekali tak angkuh bahkan cenderung ramah dan baik hati. Angin sepoi-sepoi menyenggol kerudungnya. Ia pun segera masuk ke rumah membawa koper yang sedari tadi berada di tangannya.
“Bunda, apakah disini aku akan menemukan teman?” Kata gadis berkerudung merah jambu itu.
“Tentu saja. Kau akan mendapatkannya.” Kata bunda sambil mengelus gadis itu.
“Nanti sore, Cinta boleh ya jalan-jalan?” Kata gadis itu yang ternyata bernama Cinta.
Bunda mengangguk mengiyakan dan tersenyum. Cinta. Pantaslah ia bernama Cinta gadis manis berkulit putih bersih dan tinggi. Memberikan aura positif bagi yang melihatnya. Penuh kasih dan murah senyum.
Ketika panas terik tergantikan oleh suasana hangat penuh cahaya ke orange-orangean. Dia pergi mengelilingi kompleks. Hingga kakinya melangkah pasti menuju taman di seberang. Taman itu tak terlalu besar tapi indah. Tertata banyak bunga-bunga disana. Ada ayunan yang terpasang menambah kesan taman yang sesungguhnya.
Ia duduk di ayunan itu. Menatap kosong ke depan. Entah apa yang ia perhatikan. Angin sepoi-sepoi tadi kembali menyenggol kerudungnya. Dia sama sekali tak bergeming. Tetap diam terhanyut dalam lamunan yang ia sendiri tak tahu. Apa yang sedang ia lamunkan?
“Permisi, dik” Kata perempuan bersuara lembut yang berhasil memecahkan lamunan dan mengobrak ngabrik nya dengan lembut. Perempuan itu membawa seseorang. Siapa? Dalam hatinya penuh tanya. Siapa pula yang duduk itu? Rentetan pertanyaan baru.
“Aku tinggal di seberang jalan. Kau baru pindah? Aku tak pernah melihatmu sebelumnya. Ini adikku” Kata perempuan itu lagi. Cinta belum mengeluarkan satu kata pun. Ia sibuk memperhatikan seorang yang dibawa perempuan itu.
“Hallo, aku Cahaya” Cahaya mengulurkan tangan seolah tahu dimana keberadaan Cinta. Cinta terbelalak karena tangan yang menjulur sama sekali tak tepat ke arah dimana ia berdiri. Ia baru menyadari bahwa orang yang dihadapannya itu buta lagi lumpuh. Cinta tersenyum. Menyambar juluran tangan Cahaya dengan penuh kasih.
Sekitar setengah jam berlalu. Kakak, cahaya dan Cinta berbincang-bincang di taman. Baru kali itu Cahaya terlihat bersemangat berbicara dengan orang selain kakaknya. Mereka mulai akrab, Cahaya dengan keterbatasannya diterima oleh Cinta yang hampir mendekati sempurna. Mereka bersahabat begitu dekat. Cinta selalu mengajak Cahaya jalan-jalan melihat pemandangan diluar. Matahari terbenam, burung-burung yang berterbangan, bunga-bunga yang tumbuh. Tapi apalah daya, Cahaya sama sekali tak mengerti bagaimana burung terbang, bagaimana bunga-bunga itu tumbuh. Cahaya hanya mahir melihat kegelapan, dan hitam..
                                                                      *** 
Sebulan setelah keakraban mereka terjalin.
Di taman pertama kali mereka bertemu. Di temani suara kicauan burung-burung kecil. Angin yang berhembus lembut. Cahaya malang bercerita kepada Cinta. Dengan penuh asa. Sesak yang mendalam dan mencoba menyekat air mata.
“Cinta.. Kau tau? Aku sangat tersiksa. Aku tak mampu melihat bagaimana wajahmu.Aku yakin, kau sangat cantik. Sama seperti hatimu. Aku hanya mampu mengetahui warna hitam. Aku kesulitan melihat dimana kau berdiri. Tepatnya menebak. Aku juga ingin berlari. Berjalan disampingmu. Bermain ayunan. Dan tak terus-terusan duduk di kursi roda ini” Cahaya tak mampu membendung air matanya.
“Selama 17tahun aku hanya duduk. Bertemankan dengan hitam dan gelap. Aku bosan.” Katanya lagi, kini air matanya turun lebih deras. Membanjiri pipinya.
“Aku tahu, aku tahu kau hebat! Kau mampu bertahan selama ini. Kau mampu menyembunyikannya pada dunia. Ada satu hal yang kau lupa. Kau bisa melihat! Kau juga bisa berjalan!” Cinta menjawab dengan suara serak menahan tangis.
“Aku sudah mencoba! Tidak bisa, cinta!” Jawab Cahaya dengan tangis yang tak kunjung mereda. Sore itu suasana mulai berbeda. Cerah berubah menjadi gelap. Hujan tiba-tiba menerpa. Keduanya masih duduk ditaman.
“BISA!!!! KAU HARUS COBA LAGI, bersamaku!” Cinta menarik Cahaya dengan paksa. Menjatuhkannya ke tanah. Tubuh Cahaya terhempas. Cinta menjulurkan tangannya. Membantu Cahaya berjalan ditengah hujan yang menguyur mereka.
“KAU PASTI BISA! PEJAMKAN MATAMU! TEKATKAN DALAM HATIMU APA YANG SELAMA INI KAU INGINKAN. ME-LI-HAT!” Cinta memberi semangat. Cahaya dan cinta terus berjalan. Cahaya menutup matanya. Sekitar beberapa menit “YaAllah..Aku ingin melihat. Setidaknya melihat wajah sahabatku” Ia buka lagi matanya. Terlihat tetesan air yang menyerbu taman, bunga-bunga dan sahabatnya! Cinta melepaskan tangannya. Cahaya berjalan terseok-seok. Meski berkali-kali terjatuh. Ia memaksa sarafnya bekerja entah seberapa sakit ia tak peduli. Hanya ingin berjalan.
“Cinta? Aku menyayangimu! Aku tak tahu bagaimana ini bisa terjadi. Tak ada yang tak mungkin. Kumustahilan yang dulu ku harapkan kini menjadi nyata. Terimakasih!” Cahaya sepenuhnya bisa melihat meski agak samar. Ia peluk sahabatnya. Cinta juga bingung kenapa kejadian itu bisa terjadi. Apapun alasannya. Mereka berbahagia. Di tengah hujan mereka bermain hujan berdua. Sama seperti impian Cahaya. “Kau adalah keajaiban, Cinta.” Bathin cahaya dan tertawa lepas bersama sahabatnya..



No comments:

Post a Comment