♫♬

Wednesday, June 24, 2015

Kenapa Yang Tak Mesti Terjawab Karena

Aku tahu apa yang kita lalui tak mudah. Aku paham, untuk menyerahpun rasanya susah.
Dalam perbedaan kamu ajarkan aku merangkul. Dalam ketidaksamaan kamu berikanku arti kedamaian.
Sempat aku ragu tentang sebuah perbedaan.
Tapi kenyataannya kamulah yang menopang ketika yang sama bahkan menjatuhkan.
Tuhan kita memang tak sama, kitab kita juga jelas berbeda.
Tapi di atas perbedaan kamu masih mau memahami, di lingkaran yang tak kamu mengerti, kamu justeru mau mengenggam..
Lalu siapa yang salah jika pada akhirnya aku lebih memilih bersamamu dari pada yang sama?
Lalu siapa yang salah ketika kita terlahir dari rahim penganut agama yang tak sama?
Apakah aku pernah meminta orang yang mengerti hariku adalah kamu? Tidak.
Aku bahkan tidak berandai bahwa kamulah yang setia. Yang mau berjuang, yang mau menemani.
Ketika dunia mecampakkan, ketika yang lain menghujat.
Apakah harus perbedaan menjadi pengahalang? Apakah aku harus mendengarkan cacian mereka?
Apa aku akhirnya harus tertinggal untuk kesekian kali?
Jika aku boleh bertanya, lebih banyak tanyaku dari pada mereka,
Pertama kenapa harus kamu?
Kedua kenapa kita berbeda?
Ketiga kenapa Tuhan yang kita sembah tak sama?
Kenapa cara beribadah kita tak bisa disatukan? Kenapa?
Ya, karena Tuhan punya cara sendiri untuk memberikan kebahagian bukan?
Teman terbaikku, meski tasbih dan salib tak mungkin menyatu. Setidaknya mereka tak harus bermusuhan.
Meski aku dan kamu akhirnya berpisah di ujung jalan. Percayalah, namamu masih tersemai.
Dalam ruang yang tak seorang pun bisa menembusnya..
Tetaplah setia. Tetaplah menjadi penguatku..

Salam Sayangku.
Boo.

Malam Tanpa Harap

Malam telah larut. Justeru itu yang membuat saya tersadar. Membuat hati saya bisa lapang. Malam ini adalah malam kesekian-sekian saya tanpa pengharapan.

Saya tahu, saya tidak lagi memiliki harapan untuk itu. Oh bukan, maksud saya, saya yang tidak merangkai harapan atasnama kebaikhatian. Saya tidak menyalahkan siapapun, tidak orang di masa lalu saya, diri saya ataupun takdir. Justeru lagi-lagi saya sadar berlipat-lipat. Bahwa kebahagiaan datang dengan caranya sendiri.

Jika dulu yang saya dapati adalah air mata.  Sekarang saya bisa menanggapi dengan seutas senyum mengembang tanpa paksaan. Saya tahu, melepaskan adalah awal dari kebahagiaan. Meski kebahagiaan yang saya impikan baru muncul sekarang. Setidaknya saya tahu, kebahagiaan berawal dari hati yang tulus, hati yang pemaaf, juga hati yang tak pernah menyalahkan Tuhan.
Apapun yang terjadi di masa lalu saya, untuk hal yang mungkin— termasuk kebaikhatian yang—terabikan atau apalah. Saya cukup menjadikan pengoreksi diri. Sejauh apa saya bisa bersabar dalam menghadapi cerita Tuhan yang belum saya tahu sebelumnya.

Karena masa lalu, saya bertemu sahabat saya. Orang yang menjadikan saya berarti dalam hidupnya, orang yang mau merubah hidupnya bersama saya. Saya tidak berjuang sendirian sekarang, saya berjuang bersama mereka. Anggaplah mereka hanya dua manusia biasa. Tapi demi Allah, saya mencintai mereka lebih dari saya mencintai masa lalu saya.

Saya tahu persahabatan itu tak pernah instan. Jalannya panjang. Sepanjang kesedihan saya yang mereka sulap menjadi kebahagiaan.

yaAllah, saya benar-benar tak habis pikir. Bagaimana mereka bisa merubah hidup saya sekali lagi. Dan demi namaMu. Biarlah mereka menjadi penopangku hingga nanti….

Salam sayang untuk kedua sahabatku…
LAA. ASP <3
Pukul 12.29 malam.
Di atas kasur.
Diam-diam kurangkai harap itu bersama kalian…

Monday, June 15, 2015

Haruskah Kukenalkanmu,Cinta?

Cinta,
Biarlah mereka menghujat tentangku karena menyembunyikanmu dari hariku.
Tersakiti memang rasanya, karena dalam pekat mereka tetap menghujat.
Sedetik, aku mencoba merelakan.
Semenit, aku berusaha lapang.
Namun kemudian, hatiku rasanya retak. Bercampur sedih yang entah bagaimana.
Apakah semua cinta harus terucap dan diketahui dunia?
Apakah menjadi normal di mata manusia mesti bersuara tentang cinta?
Duhai yang menungguku,
Rasanya akupun ingin terbang. Berlari dari kenyataan.
Haruskah aku berkoar-koar? Haruskah aku memproklamirkan bahwa akupun sama?
Ada saatnya aku lelah dengan ucapan mereka,Cinta…
Lama sudah aku belajar untuk  bersabar dengan hujatan atas nama ketidaknormalan.
Salahkah jika aku memendammu,Cinta?
Hari ini semua termuntahkan. Tentang rasa sesal. Tentang sebuah penantian.
Akupun sama ingin dicinta, dan aku tahu cara kamu mencintai berbeda.
Akupun sama ingin diharapkan, dan aku tahu cara kamu mengharapkan itu atas namaNya.
Aku tak pernah memperkenalkanmu dengan seisi dunia.
Melainkan aku kenalkan kamu pada sahabat terdekatku.
Karena kurasa itu cukup, ya. Itu lebih dari cukup.
Duhai kekasih yang semoga Allah takdirkan untukku,
Biarlah aku berdiri di terjang badai. Karena kutahu di sana kamu masih mendo’akan.
Meski seribu kali manusia menghujat. Maaf,Cinta. Aku akan tetap menyembunyikan.
Meski seribu kali manusia menghakimi. Maaf,Cinta. Aku hanya menjagamu dalam do’a.
Terimakasih kamu masih berjuang dengan caramu.
Dalam diam kurajut asa bersama.
Dalam kesunyian kuharap Tuhan menjadi perantara.

June 6, 2015.
At. 10:26.

Batam.

Friday, June 5, 2015

The Meaning Of Process

Tak ada manusia yang ingin menyakiti manusia lainnya dengan sengaja, kecuali manusia-manusia berhati batu. Saya pun demikian, memangnya selama ini saya dengan sengaja menyakiti manusia? Membiarkan mereka terluka berkali-kali karena saya? Ah, justeru sayalah yang tersakiti berkali-kali. Sadar atau tidak, saya sering berkorban untuk orang lain. Ya, saya tahu. Merekapun berjuang untuk saya.

Saya,
Selalu berjuang keras untuk menyamaratakan rasa. Tapi pada akhirnya saya tidak bisa, saya tak berniat menganggapnya lebih dari siapapun di hidup saya. Tapi kenyataan berbicara bahwa dia memang lebih. Saya manusia, saya butuh yang dekat, yang nyata mengisi hari saya, yang bisa membuat saya bangkit. Saya tidak minta sosok yang membuat saya bangkit itu dia. Sama sekali tidak.

Saya tidak pernah berdo’a agar yang mau membantu menopang saya itu dia. Saya juga tidak pernah berharap sebelumnya agar dia menganggap saya sama berartinya. Saya. Sama sekali tidak pernah mengemis untuk masuk ke dalam hidupnya—seperti saya mengemis pada teman masa lalu saya.

Dan alam tahu, saya dan dia dekat melalui proses panjang. Lebih panjang dari jalan cerita yang perah saya sematkan dalam kehidupan orang-orang yang sekarang pergi.
Saya dan dia jatuh bersama-sama. Tapi di saat itu dia masih punya upaya membantu saya berdiri. Dan waktu itu, saya belum menganggap dia berarti. Waktu itu saya belum menganggapnya orang terpercaya. Dia masih sama seperti orang-orang lain. Yang kehadirannya biasa saja.

Saya dan dia pernah menjadi rival dalam pendidikan. Di saat itu saya mencari cara untuk mengalahknnya, untuk menjadi yang lebih baik darinya. Untuk menjadi yang nomer satu sedangkan dia yang kedua. Tapi? Dia tetap setia mendengar apapun yang terlontar dari mulut saya;dengan caranya.

Dan apa kamu tahu? Sebelum saya menganggapnya berarti, sebelum saya mengingat dia setiap hari saya, barangkali dia yang mengingat saya lebih dari saya mengingat dia.
Tiga tahun berjalan, dia tetap menjadi orang yang sama. Sedangkan waktu itu, saya hanya menganggapnya sosok biasa dan teman saya yang pergi inilah yang luar biasa. Apa dia pernah bertanya “kenapa selalu dia yang kamu ceritakan sedangkan saya tidak?” Dan demi Allah. Dia tidak pernah bertanya kenapa saya mengharapkan teman masa lalu saya ini daripada dia.

Dia mengingat saya ketika saya belum sempat mengingat dia.
Lulus sekolah, kami berpisah. Semenjak itu saya tidak pernah menghubunginya, tidak untuk menanyakan kabar juga tidak menanyakan pekerjaan. Saya pada terpuruk waktu itu, saya mencari pekerjaan sendiri, dan kamu pikir saya dapat? Tidak.

Empat bulan sudah saya mendekam di rumah, dia sering menghubungi saya hanya untuk sekadar bertegur sapa. Dia orang yang setia. Saya tahu, dia baik.
Sampai akhirnya,

Tuhan menampar saya. Saya tersadar. Saya berpikir.
Orang yang selama ini mendampingi saya tanpa sebuah status sahabat adalah dia.

Dan sekarang,
Giliran saya yang berjuang menyayanginya, mengertinya, membuatnya merasa berarti. Saya sekarang hanya perlu mengerti. Mengerti ketika dia lebih sibuk dengan kuliahnya daripada berkumpul dengan saya.

Saya hanya butuh memahami ketika dia lebih banyak teman dari pada saya.

Saya hanya butuh sadar. Bahwa dia memang nomor satu dari pada saya.

Ketika dia diam. Saya hanya butuh bercermin. Dulu dia pernah merasakan apa yang saya rasakan.

Sekarang saya dan dia satu tempat kerja, hampir setiap hari saya mengukir tawa bersamanya. Benar. Hasil tidak mengkhianati proses J

Setiap yang dekat berawal dari yang jauh.
Setiap yang berarti berawal dari pengabaian.
Ini bukan tentang seberapa cepat kita dekat,
Tapi tentang proses bagaimana kita dekat.
Kamu tahu?
Sesuatu yang dimulai dengan kesulitan.
Akan sulit juga untuk melepas.
Be your self.
Don’t judge.

Tertanda.

Lanna Ry.

Monday, June 1, 2015

Silent Mean Everything,For You

Rasa-rasanya saya sudah ingin mengungkapkan ini sejak kemarin. Sejak saya merasa bersalah dengan peristiwa yang ada. Dengan sebutan-sebutan yang tidak enak di dengar telinga. Saya sama lelahnya, tapi mungkin saya lebih perasa.

Sudah kurang lebih empat tahun saya mengenal kamu. Kita jarang bercerita tentang hal-hal pribadi. Tapi saya tahu kamu, kamupun demikian. Saya tahu, kamu bisa menyelesaikan masalah kamu tanpa saya. Juga terkadang saya, saya bisa menyelesaikan apa masalah saya tanpa bantuan kamu.

Setahun terakhir, saya sangat merasakan sesuatu. Kekuatan rasa, kekuatan kesetiaan, kekuatan diam. Dan kamu justeru menguatkan saya dengan cara kamu. Saya tahu, kamu tidak mudah untuk mengungkapkan, tidak mudah untuk berbicara, tapi saya merasakan sesuatu ketika kamu berbicara;kamu tidak bohong dengan apa yang terlontar dari mulut kamu.

Maafkan saya, teman terhebat. Karena saya kamu menjadi bahan gunjingan beberapa makhluk bernalar rendah di luar sana. Maafkan saya, karena saya tidak mungkin melepaskan kamu hanya untuk membuat manusia di luar sana berhenti berkoar. Maafkan saya, saya tidak bisa berhenti menyayangi kamu meskipun orang di luar sana menghujat.

Saya tersadar banyak hal, hal yang tak orang lain tahu, yang tak orang lain rasakan. Saya merasakan bahwa saya harus mempertahankan kamu.

Kamu hadir dalam hidup saya ketika saya terpuruk jatuh.

Kamu yang membuat saya bisa ketika saya rasa lebih baik menyerah.

Kamu yang membuat saya mampu berjalan ketika saya pikir saya telah lumpuh.

Kamu yang membuat saya mampu bernafas ketika saya rasa saya telah kehilangan kesempatan hidup.

Kamu yang menguatkan saya ketika saya rasa tidak mampu.

Kamu yang membuat saya melihat dunia ketika saya merasa buta.

Kamu yang mengenggam saya ketika saya pikir semua manusia melepas saya.

Kamu membuat saya memahami. Bahwa masih ada yang percaya bahwa hidup saya berarti.

Kamu, kamu yang selalu diam ketika berhadapan dengan saya justeru memiliki andil besar dalam perubahan saya.

Meskipun saya, tidak seberpengaruh itu dalam hidup kamu. Izinkan saya membuat kamu tersenyum karena saya.

Meskipun saya, belum menjadi yang paling kamu butuhkan. Izinkan saya untuk belajar menjadi teman yang bisa kamu damba.

Meskipun saya, tidak begitu kamu harapkan. Biarlah saya merangkai cerita bersama.

Saya tahu, barangkali kamu bisa lepas dari hidup saya. Bisa mengukir cerita bersama manusia yang jauh lebih sempurna hidupnya. Tapi saya mohon, jangan pernah menyerah pada saya.

Saya tidak tahu lagi, jika kali ini akhirnya kamu memilih untuk pergi, memilih untuk melepas. Apa saya masih percaya, bahwa hidup saya berharga?

Teman saya yang terhebat. Tulisan ini atas dasar pemintaan maaf. Maaf karena saya menjadi hal yang buruk dalam hidup kamu. Sumber masalah yang menerpa.

Tapi percayalah, saya tidak berhenti berdoa.

Agar pada endingnya, saya bisa menjadi alasan kamu tersenyum setiap harinya. Seperti kamu yang menjadi alasan saya untuk tersenyum😊

My Crazy Friend😍