Lihatlah lebih dekat.
Dari kejauhan kau melihat dan
hanya menerka apa yang terjadi tanpa tahu yang pasti. Dari jarak berkilo-kilo
meter kau hanya mampu diam tanpa bertanya sepatah kata pun. Dengan pertanyaan
yang begitu dahsyat banyaknya tapi tetap dalam kebungkaman. Entah karena kau
tidak peduli atau karena mencoba untuk tidak peduli dengan apa yang terjadi.
Dari sini, aku hanya mampu
melihat dan menjadi penonton perubahanmu yang semakin menjadi. Perubahan yang
terkadang ke arah positif dan terkadang ke arah negative. Aku sama bungkamnya
seperti kau. Aku sama diamnya seperti kau. Dengan sejuta kata yang hanya mampu aku
tuliskan dalam bait-bait do’a berharap ada jawaban yang ku dapatkan setelahnya.
Aku bingung dengan keadaan. Entah
karena aku tidak tahu rencana Allah selanjutnya, atau karena aku memang terlalu
memikirkan kode rahasia dibalik kejadian yang selama ini aku lihat? Aku yakin.
Kau dari sana. Dari kejauhan, sama sepertiku. Jadi penonton perubahanku,
menjadi penonton segala apa pun yang aku lakukan. Termasuk kesedihan yang
pernah kau ciptakan..
Dari sana aku yakin, kau hanya
mampu melihat dari mata yang tidak benar-benar terbuka. Dari sana aku yakin,
kau hanya melihat dari sisi aku yang bahagia. Dari sana aku yakin, kau
terkadang memperhatikanku walau dengan cara mu yang bungkam. Tapi apakah dari
sana kau juga mengharapkan sebuah pertalian pertemanan ini membaik dari
sebelumnya? Sama seperti harapan aku setahun belakangan ini?
Subjeknya selalu kau, apa yang
aku tulis sedikit banyaknya juga tentang kau. Tapi sungguh, aku juga bingung
semuanya semakin tidak nyata. Di katakan rela memang iya tapi masih merasakan
sakit pun iya. Lalu apa yang sebenarnya terjadi antara aku tulisan ku dan kau?
Kau bisa saja pergi dari otakku tapi kau tidak bisa pergi dari tulisanku. Aku
juga bingung. Aku telah sepenuhnya rela, tapi lagi-lagi otakku mengisyaratkan
untuk menuliskan tentangmu. Walau bukan sebagai subjek yang berarti lagi.
Tapi tulisan itu tetap ada
untukmu.
Dengan kalimat kerelaaan ku yang
lain. Dengan bahasa yang tidak menjadikanmu sebagai nomor satu seperti dahulu
lagi. Tangan ini masih setia menulis tentang kau. Dengan rasa yang berbeda.
Dengan cerita yang lebih rumit lagi tapi dengan begitu aku meninggalkan jejak
antara aku dan kau. Di mana aku mulai melupakan pertemanan dan merajut
persahabatan dengan orang lain. Semua masih aku tuliskan. Sama seperti dahulu
pertama kali aku mengenalmu, menjadikan mu nomor satu, menjadikanmu subjek yang
tersayang. Sampai detik ini semuanya sudah berubah. Dan aku masih setia menulis
tentangmu...
Lihatlah lebih dekat..
Lihatlah dari sisi aku yang terus
menulis tentang kehidupanku. Lihatlah dari sini, mungkin kau akan mengerti
alasan aku terus menulis tetangmu. Lihatlah lebih dekat..
Mungkin dengan begitu kau tidak
lagi mengabaikanku dan tega pergi tanpa sepatah katapun.
Lihatlah lebih dekat..
Mungkin kau akan mengerti bahwa
dari kejauhan tidak selamanya apa yang kau fikirkan adalah benar.
Lihatlah lebih dekat...
Agar kau tidak melulu
menyembunyikan aku dari kehidupanmu..
Tapi mungkin aku juga harus
melihat lebih dekat, bahwa kau dan aku tidak lagi bisa sedekat dahulu....
No comments:
Post a Comment