♫♬

Friday, November 8, 2013

Kenapa semua berujung pada pertanyaan?

     Kita telah berdamai. Namun aku rasa kita belum sepenuhnya berdamai dengan masa lalu. Buktinya. Selalu berujung pada pertanyaan “Kenapa?” dan masa yang telah lalu di korek korek sedemikian rupa hingga ada topik pembicaraan. Inikah caramu membuatku lebih tegar dari sebelumnya? Atau kau enggan pergi sepenuhnya dan membiarkanku sedih berkepanjangan? Aku tak mengerti. Belum mengerti dan entah apakah akan mengerti. Lelah pun juga menyesakkan dada. Ketika masa yang telah lalu di ungkit kembali. Yang kudapati hanya penyesakkan, yang ku dapati pun hanya sebuah rasa penyesalan yang sebenarnya tak berharga. Atau pengungkitan itu sesekali membuatku (terpaksa) mengingat apa yang seharusnya aku lupakan.

     Kenapa semua berujung pada pertanyaan?
Iya. Semua yang telah berlalu. Dari kemarin, kemarinnya lagi dan lagi. Bahkan tahun lalu. Sampai detik ini semua tak kunjung ku temukan akhir. Semua tak berkahir pun tak berujung. Aku lelah bertanya dalam diam “Kenapa semua berujung pada sebuah pertanyaan?” Sulit ku telaah. Kenapa semua begitu rumit dan begitu memusingkan kepala. Sesekali melupakan namun berkali kali mengingat. Tak adil. Cara kerja otakku tak adil. Mengapa ia harus “sesekali” melupakan dan “berkali-kali” mengingat? Semua masa lalu yang enggan ku ungkit kembali lagi menjadi pertanyaan. Lantas pertanyaan itu bercabang-cabang lagi hingga membuat pertanyaan baru. Well. Semua pertanyaanku semakin menumpuk dan apa ada jawaban? Sungguh. Sampai detik ini tak ada satu pun yang terpecahkan. Semua bersarang di kepalaku berputar-putar bahkan menjadi benih benih pertanyaan lain. “Kenapa serumit ini?”

   Pertanyaan.
Kembali pada pertanyaan. Bosan kadang, tapi bisa apa? Memang itu yang kutemui. Sejuta pertanyaan baru yang bercabang sehingga membuat pertanyaan baru. Bersyukurlah jika cabang dari pertanyaan itu tak membuat cabang lain. Bayangkan berapa banyak cabang pertanyaan di kepalaku? Bingung. Pertemanan yang kurasa singkat berujung pada pertanyaan yang meluap sampai-sampai aku pun tak mampu mengerti arti dari pertanyaan itu. Kenapa aku harus bertanya? Lebih lebih subjek yang aku tanya tak menjawab apa pun. Tak pernah memberi isyarat untuk menjawabnya. Menyesakkan? Sedikit mungkin. Sedikit berlebihan maksutnya.
   
   Mungkin memang harus berujung pada pertanyaan.
Mungkin? Iya. Dengan munculnya banyak pertanyaan. Kita masih dapat berbicara walau berujung pada pertanyaan itu lagi. Tapi jika semua nya berhenti tanpa pertanyaan mungkin kita akan benarbenar saling meninggalkan dan melupakan. Iya? Maybe. 

#Cunglin.

No comments:

Post a Comment