Tuhan, saya ingin bertanya kenapa.
Kenapa saya tercipta dengan separuh hati yang lemah. Dengan
separuh hati yang mudah dibawa pergi, juga separuh perasaan yang mudah saya
titipkan?
Kenapa saya begitu mahir mengalah sedang rasanya banyak
orang yang tak menghiraukan kenapa saya mengalah. Saya seperti tercipta dari
separuh hati yang memang sudah retak, yang dengan sedikit sentuhan saja
semuanya berantakan begitu saja.
Tuhan, saya jarang bertanya seperti ini. Kali ini pertanyaan
itu boleh jadi dipuncaknya. Mereka lelah begitu saja menggantung di ujung tiang
pikiran saya. Mereka hendak jatuh namun tak mampu, terbang apalagi. Mereka—pertanyaan
itu—beranak pinak di tempat.
Tuhan, bolehkan kiranya Kau memberikan jawaban?
Separuh hati saya yang saya titipkan, juga dengan separuh
lengkung bibir saya yang saya percayakan. Rasanya menjadi begitu hambar ketika
saya seorang diri. Kenapa saya cepat merasa kebahagiaan cepat hilang dari hidup
saya?
Saya tahu, ini hanya sementara. Tapi menyakitkan. Saya sudah
terbiasa bercampur tawa tiap hari. Dan jika mereka tak ada kenapa rasanya saya
terjatuh?
Itu pertanyaan pertama
saya, kenapa saya seolah menggantungkan bahagia pada mereka sedangkan mereka
sebaliknya?
No comments:
Post a Comment