Teruntuk masa lalu yang nampaknya masih berpikir bahwa dirinya adalah
nomer satu.
Semoga kamu baca ini…
Sayang,
Waktu dapat merubah segalanya. Waktu dapat menyembuhkan luka yang dulu
sempat menganga. Waktu dalam mendewasakan saya, waktu dapat membiasakan saya
tanpa kamu.
Dengarlah ini,
Meski kamu dulu saya sebut-sebut berarti, meski dulu selalu kamu yang
saya jadikan subjek yang PALING terkasih. Semua berubah, sayang. Semua
benar-benar berubah. Hidup saya, dunia saya, rasa simpatik saya, rasa kasih
sayang, semua tidak lagi tertuju pada kamu. Saya tidak lagi berimajinasi bahwa
ada masa di mana kita bersatu, menjalin persahabatan seperti impi saya;dahulu.
Waktu berjalan, dan kebaikhatian saya menguap. Semuanya hilang, dan kamu
bukan lagi separuh bahagia saya. Maaf, mungkin saya tidak semaaf Tuhan yang
mampu memaafkanmu dalam sekali ucap. Jika boleh jujur, kebencian saya terhadap
sikapmu semakin mengental. Entah kenapa, ini tak lagi soal rasa. Namun, soal
kedewasaan.
Caramu membuat saya muak. Membuat saya ingin muntah. Hah, ini begitu
gila. Sebenarnya, diantara saya dan kamu, siapakah yang tak pandai berdamai
dengan masa lalu? Kamu? atau saya?
Kamu selalu bilang, bahwa kamu takut saya kembali ke masa pengharapan
atas hadirmu. Hah, takkah kamu sedang bercanda? Hidupmu bukan lagi urusan saya,
jikapun iya, tugas saya hanya memberimu do’a, bukan kembali merangkai
pengharapan.
Sejauh ini, dua tahun berjalan. Saya merubah diri saya menjadi pemaaf, menjadi
perela, namun, rasanya itu percuma jika subjek yang saya hadapi adalah kamu.
Sempurna waktu merubah pikiran saya. Bahwa hidup saya mutlak ditangan saya. Dan
separuh kebahagian yang PERNAH saya gantungkan kepadamu, saya cabut dan saya
biarkan mereka terbang mencari jalannya.
Boleh saya minta sesuatu? Pergilah
sejauh mungkin, sejauh yang kamu bisa. Jangan ganggu hidup saya lagi dengan
alasan apapun. Bukankah, dulu kamu yang mengajarkan saya pergi? Saya tidak
balas dendam. Hanya, saya sudah terbiasa tanpa kamu. Benar sudah menguap semua
harapan tuk bertemu.
Caramu menyadarkan saya, bahwa saya tak selayaknya memperjuangkan manusia
yang bahkan tak ingin diperjuangkan. Waktu merubah hati saya menjadi kembali
keras, sayang. Tak ada ruang untuk kembali baik, apalagi kembali berjuang hanya
karena sebuah sapaan yang tidak sengaja kamu keluarkan dari bibirmu lewat ujung
telepon.
Bawa saja semua rasamu. Rasa bersalah dan semua permintaan maafmu. Semua sudah
basi. Semua sudah sempurna menguap…
Terimakasih, sayang….
18 Januari 2016.
Lanna Ry.