♫♬

Monday, January 18, 2016

Meski Dulu

Teruntuk masa lalu yang nampaknya masih berpikir bahwa dirinya adalah nomer satu.
Semoga kamu baca ini…
Sayang,
Waktu dapat merubah segalanya. Waktu dapat menyembuhkan luka yang dulu sempat menganga. Waktu dalam mendewasakan saya, waktu dapat membiasakan saya tanpa kamu.

Dengarlah ini,
Meski kamu dulu saya sebut-sebut berarti, meski dulu selalu kamu yang saya jadikan subjek yang PALING terkasih. Semua berubah, sayang. Semua benar-benar berubah. Hidup saya, dunia saya, rasa simpatik saya, rasa kasih sayang, semua tidak lagi tertuju pada kamu. Saya tidak lagi berimajinasi bahwa ada masa di mana kita bersatu, menjalin persahabatan seperti impi saya;dahulu.

Waktu berjalan, dan kebaikhatian saya menguap. Semuanya hilang, dan kamu bukan lagi separuh bahagia saya. Maaf, mungkin saya tidak semaaf Tuhan yang mampu memaafkanmu dalam sekali ucap. Jika boleh jujur, kebencian saya terhadap sikapmu semakin mengental. Entah kenapa, ini tak lagi soal rasa. Namun, soal kedewasaan.

Caramu membuat saya muak. Membuat saya ingin muntah. Hah, ini begitu gila. Sebenarnya, diantara saya dan kamu, siapakah yang tak pandai berdamai dengan masa lalu? Kamu? atau saya?

Kamu selalu bilang, bahwa kamu takut saya kembali ke masa pengharapan atas hadirmu. Hah, takkah kamu sedang bercanda? Hidupmu bukan lagi urusan saya, jikapun iya, tugas saya hanya memberimu do’a, bukan kembali merangkai pengharapan.

Sejauh ini, dua tahun berjalan. Saya merubah diri saya menjadi pemaaf, menjadi perela, namun, rasanya itu percuma jika subjek yang saya hadapi adalah kamu. Sempurna waktu merubah pikiran saya. Bahwa hidup saya mutlak ditangan saya. Dan separuh kebahagian yang PERNAH saya gantungkan kepadamu, saya cabut dan saya biarkan mereka terbang mencari jalannya.

Boleh saya  minta sesuatu? Pergilah sejauh mungkin, sejauh yang kamu bisa. Jangan ganggu hidup saya lagi dengan alasan apapun. Bukankah, dulu kamu yang mengajarkan saya pergi? Saya tidak balas dendam. Hanya, saya sudah terbiasa tanpa kamu. Benar sudah menguap semua harapan tuk bertemu.

Caramu menyadarkan saya, bahwa saya tak selayaknya memperjuangkan manusia yang bahkan tak ingin diperjuangkan. Waktu merubah hati saya menjadi kembali keras, sayang. Tak ada ruang untuk kembali baik, apalagi kembali berjuang hanya karena sebuah sapaan yang tidak sengaja kamu keluarkan dari bibirmu lewat ujung telepon.

Bawa saja semua rasamu. Rasa bersalah dan semua permintaan maafmu. Semua sudah basi. Semua sudah sempurna menguap…
Terimakasih, sayang….
18 Januari 2016.
Lanna Ry.




No comments:

Post a Comment