Aku adalah orang yang dahulu
selalu berada di balik seseorang untuk berbahagia. Aku adalah orang yang dahulu
selalu menggantungkan kebahagiaan kepada seseorang. Aku adalah orang yang
dahulu selalu takut untuk menghadapi dunia sendiri tanpa seseorang.
Aku dahulu sangat nyaman berada
di balik seseorang. Aku memang selalu tampak redup dari dia. Dan dia lah subjek
yang paling bercahaya. Aku selalu tersembunyi dari dunia. Bukan sengaja
sembunyi, tapi karena dia lah yang lebih dahulu behadapan dengan dunia. Lalu
dia memberi tahuku bagaimana dunia di luar sana. Aku terus berada di
belakangnya tanpa ketahuanku tentang dunia. Seperti itu seterusnya.
Aku menangis ketika dia menangis.
Tapi dia bisa tertawa ketika aku menangis. Yang aku tahu dahulu hanya kebahagiaan
dan kesakitan yang dia ciptakan untukku. Yang ku paham adalah apa yang keluar
dari mulutnya. Bukan yang lain. Sebab aku selalu berada di belakangnya. Ketika
aku mencoba untuk melihat dunia sendiri, aku rasa aku tidak mampu. Hingga pada
akhirnya aku selalu menggantungkan semuanya pada dia. Dia yang seolah mengatur
bagaimana kebahagiaanku dan kesakitanku. Bodohnya, aku selalu mengikuti
kemauannya.
Suatu saat..
Dia berhenti memberi tahuku
bagaimana keadaan dunia di luar sana. Aku terpuruk di dalam cangkang ketakutan. Aku terselimuti
gelap. Aku tertutup kabut asap yang sebenarnya hanya khayalan. Bagaimana bisa
aku melihat dunia tanpa dia? Dia semakin hari semakin tidak pedulikanku.
Jangankan menciptakan kebahagiaan. Mengucapkan sepatah kata pun tidak. Aku terpaksa
melihat matahari dengan mataku sendiri, bukan lagi mata yang ia pinjamkan. Dia
telah pergi dari hadapanku. Aku kini tidak lagi berada di belakang seseorang.
Satu waktu. Dua waktu. Hingga
berganti waktu-waktu berikutnya. Aku mengalami kesulitan untuk melihat dunia.
Aku rasa mataku seperti tidak bisa melihat dengan jelas. Semua tidak bisa aku
selesaikan dengan baik. Aku berjalan dengan terseok-seok tanpa arah. Sesekali
berharap dia kembali. Tapi sayang, tidak ada jawaban atas harapanku tadi. Aku
terus-terusan berjalan menentang cahaya matahari. Yang selama ini tidak terlalu
panas kurasakan. Karena ada dia yang menghalangi. Kini keredupanku berubah
menjadi cahaya yang terangnya melebihi batas. Hingga cahaya itu tidak mampu aku
kendalikan....
Waktu mengajariku untuk
benar-benar bangkit. Untuk benar-benar melihat dunia dengan kedua bola mataku.
Bukan dengan sudut pandang orang lain. Aku menjalani hidupku sendiri. Tanpa
campur tangan orang lain lagi....
Aku kini telah berdiri sendiri,
melawan cahaya. Aku tidak lagi tersembunyi dan tidak pula bersembunyi di balik
seseorang. Aku menjalani hidupku dengan kaki dan tanganku! Aku berjalan dengan
arah yang pasti walau tidak ada lagi dia sang penunjuk jalan. Aku telah berdiri
menghadapi dunia!
Aku bukan lagi sang katak yang
berada dalam tempurung. Tapi aku lah sang bulan yang di rindukan pungguk. Aku
berjalan mengukir ceritaku sendiri. Aku berlari mengejar mimpi dan citaku.
Kebahagiaanku. Kesakitanku, tidak akan lagi disebabkan karena dia. Sebab inilah
hidupku. Sebab aku lah sang nakhoda kehidupanku...
No comments:
Post a Comment