Mana ada lagi alasan untuk bertahan meski rasanya harus.
Mana ada lagi keinginan memperjuangkan jika selama ini terabaikan. Meski hanya
sebuah tali persaudaraan, kurasa semua sudah cukup. Aku membual seperti yang
lalu-lalu? Kupikir sekarang tidak. Dan tidak akan ada lagi rasa ingin
memperjuangkanmu sebagai ‘penolong hidup’ berstatus sahabat. Ah, aku hanya
besar kepala menganggapmu sahabat. Pada akhirnya aku bukan siapa-siapa.
Kaki yang dulu kamu pinjamkan untuk melangkah kini telah
rapuh, patah, juga tak bersisa. Itu artinya, aku memang harus melupakan.
Setidaknya melupakan keburukanmu yang dengan sengaja membiarkanku menjerit
sendirian.
Tapi syukurlah sahabat—meski sebutan ini rasanya terlalu
tinggi untuk makhluk super tak punya hati sepertimu—aku kini telah mampu
melakukan banyak perubahan.
Banyak yang mengajariku bagaimana hidup, banyak yang
mengajariku bagaimana aku harus memulai tersenyum, juga banyak yang memberi arti
bahwa masih ada cinta selain denganmu……
Hidupku bukan berkisar kamu-kamu-kamu dan pengabaian.
Mereka bilang hidupku bisa lebih hebat tanpa kamu. Tanpa orang yang selalu kubanggakan namun nyatanya tak membanggakan. Dan benar, mereka menjadi agen perubahanku. Sedangkan kamu hanya sekadar pelengkap cerita selama ini.
Mereka bilang hidupku bisa lebih hebat tanpa kamu. Tanpa orang yang selalu kubanggakan namun nyatanya tak membanggakan. Dan benar, mereka menjadi agen perubahanku. Sedangkan kamu hanya sekadar pelengkap cerita selama ini.
Ya, kamu ha-nya sekadar p-e-l-e-n-g-k-a-p ceritaku.
Terimakasih, pengabaianmu membuatku sadar. Masih banyak
orang yang ingin menjadikanku sahabatnya. Dan masih banyak kasih sayang yang
juga aku abaikan.
Anggap saja ucapan “still here” pada tulisan itu adalah
makna tersirat dari “before this I will go”.
This is the last. I really promise about it!
No comments:
Post a Comment