♫♬

Sunday, August 30, 2015

Bukan Kerudung Sampah,Tuan

Tulisan ini sengaja kutulis, kurangkai, kutujukan pada kamu. Wahai seseorang yang dahulu kuanggap malaikat pula untuk teman dekatku…

Takkah kamu malu dengan gelar yang kamu sandang sebagai seorang Ayah atas anak-anakmu? Sebagai seseorang yang mereka banggakan, sebagai seorang superhero berwujud nyata yang Tuhan anugerahkan pada mereka? Takkah sebenarnya kamu sadar, bagaimana jika seandainya kamu menjadi mereka, dan kamu dapati Ayahnya berperilaku semacam itu?

Dengan atau tanpa alasan. Kurasa tak pantas seorang yang menjadi kebanggaan putri kecilnya mengkhianati kebahagiaan dan janji-janji kehidupan yang damai. Apa janji kesetiaan, kasih sayang, dan moral-moral yang kerap kali seorang Ayah katakana pada putri-putri kecilnya adalah omong kosong?

Wahai kamu,  Seandainya kamu tahu, aku adalah orang yang paling terpental keras mendengar sebuah pengakuan. Tidak, aku tidak akan membahas dan mencomooh teman dekatku. Sumpah! Kamu tidak pernah tahu bagaimana seorang aku belajar mati-matian menarik sahabat-sahabatku menuju jalanNya.

Lantas lihat,Tuan… Kamu benar-benar menang. Selama ini aku diam, bukan berarti aku tidak peduli dengan keberadaan temanku yang telah kamu cintai ini. Diam-diam ada bangga yang menjalar tanpa ucapan. Diam-diam ada rangkaian doa “Semoga dia lantas menjadi alasan untuk aku masuk syurga, karena telah mengingatkannya”
Dan sekarang,Tuan.. Kamu justeru merenggut do’aku. Kamu menang atas segala sudut. Kamu kuasai jiwa teman dekatku. Kamu bahkan menariknya dalam dunia yang tak ia mau. Hey, takkah kamu berpikir ada air mata lain yang jatuh karena tingkahmu?

Setidak pantas itukah aku menarik temanku menuju jalan yang benar? Kenapa justeru kamu menariknya lebih jauh dari tarikanku untuk kebenaran? Kenapa justeru kamu yang membuat temanku yang telah mati-matian hijrah ini terjun lagi pada lubang yang lebih suram dari kehidupan sebelumnya?

Aku tidak benar, sama sekali belum benar dalam segala hal. Tapi sumpah,Tuan. Sumpah atas nama Tuhan. Aku tidak pernah rela kamu memperlakukan teman dekatku seperti seorang ratu. Semata-mata bukan karena aku iri. Tapi lihatlah,Tuan. Apa yang telah kamu lakukan? Kamu pikir kain panjang yang tersemat di rambutnya adalah sampah yang tak bermakna?

Kerudung kami bukan kerudung sampah,Tuan. Kerudung kami bukanlah kain lap yang darinya kamu bisa gunakan untuk menghapuskan kotoran. Kerudung kami bukan hanya penutup kepala,Tuan. Sumpah! Aku justeru jadi saksi bagaimana dia Hijrah. Lalu, kenapa kamu seperti manusia yang tak bernalar untuk menariknya semacam itu? Lantas, mana takutmu kepada Tuhanmu?

Mana cinta yang kamu sebut-sebut kepada temanku? Takkah seharusnya cinta yang kamu sebut itu kamu tujukan dulu pada dirimu, keluargamu, juga Tuhanmu?

Kamu anggap apalah kain panjang yang menutupinya selama ini? Kamu anggap apalah hijrah yang selama ini ia mati-matian kejar? Kamu anggap apalah usahanya merangkak menuju Tuhan? Kamu anggap apalah syariat-syariat islam yang seharusnya kamu lebih paham?

Tulisan ini, bukan karena aku merasa lebih dewasa dari kamu. Bukan merasa paling hebat dan paling tahu. Tapi lihatlah,Tuan. Aku, temannya, mencintainya, menuntunnya menuju Tuhan bersama, merangkak menangis kesusahan mempertahankan diri. Dan sekarang, kamu meruntuhkan benteng pertahananan temanku. Takkah itu menyakitkan untukku? Takkah itu lebih menyakitkan dari kehilangan seseorang yang berarti di hidupmu?

Aku merasa gagal. Aku merasa semua sia-sia. Dan selamat, kamu menang atas permaianan ini. Semoga Allah membukakan hatimu, membuatmu sadar, bahwa permainan yang kamu rangkai ini sama sekali tak lucu untukku—juga untuk temanku.

Dengarlah,Tuan.
Kerudung yang tersemat di kepala kami bukanlah kerudung sampah. Bukanlah asal-asalan. Kerudung-kerudung kami proses. Kerudung-kerudung kami adalah bukti seberapa jauh kami merangkak menuju jalan yang lebih terang.

Dengarlah,Tuan..
Hidup kami masih panjang, Tuhan kami masih menunggu semangat kami menujuNya.
Takkah sebenarnya kita memiliki Tuhan yang sama. Lalu mana toleransimu? Mana bukti cintamu padaNya?

Terimakasih,Tuan. Semoga Allah benar-benar membebaskan sahabatku dari belenggu kemaksiatan yang terbungkus oleh kasih sayang yang tak wajar…

No comments:

Post a Comment