Aku semacam disadarkan dari lamunanku selama ini. Aku tertampar keras dengan kenyataan yang berbanding terbalik dengan ilusi. Terdampar ditepian mimpi yang selama ini kugurat secara indah. Nyatanya, semuanya kini menyakitkan.
Takkah lebih menyedihkan jika kamu terlebih dahulu tahu bahwa semua akan berakhir menyesakkan? Bagaimana bisa kamu melanjutkan khayalan yang semakin hari semakin membuatmu berkubang pada sebuah lubang, yang di dalamnya tak ada seorangpun yang peduli.
Lihatlah, apa yang bisa aku harapkan sekarang dari ilusiku? Kenyataannya malam ini mataku terbuka lebar atas sesuatu yang selama ini kuusahakan untuk tertutup rapat.
Kupikir aku adalah satu-satunya perempuan yang diharapkan dalam hidupnya. Nyatanya sama saja, aku adalah orang kesekian yang dijadikan pilihan, aku bukan seorang diri, dan bualan atas hidup bersama aku rasa hanya leluconnya.
Meski aku bukan siapa-siapa, takkah dia waras telah menyandingkanku dengan nama lain dalam satu situasi yang bersamaan? Baiklah jika menurutnya perempuan itu juga berarti, bisakah dia sedikit mengerti untuk tidak menyakiti perasaanku?
Hati yang selama ini tak pernah kutitipkan pada siapapun kecuali sahabat-sahabatku, justeru telah ia patahkan. Telah ia retakkan. Meski sedikit, aku yakin itu akan berulang-ulang.
Tidak ada lagi harapan yang aku gantungkan padamu, wahai lelaki yang ternyata sama saja dengan yang sudah-sudah. Biarlah Allah yang menjadi sebaik-baik penulis scenario hidupku. Pergilah, kulepaskan kau dengan segala janji yang tak sadar kau khianati..
Tinggal aku di sini menunggu, siapa yang benar akan menjadi pangeranku. Dengan atau tanpa kau, kuharap semua akan berjalan sempurna. Sudahlah, omong kosong soal menjaga hati, menjadi diri yang lebih baik, semua benar-benar omong kosong.
Bagaimana bisa seseorang berjuang secara sepihak? Hah, maaf leluconmu tidak lucu, Pria.
No comments:
Post a Comment