Hay (teman) masalaluku. Kemana kamu selama ini? Kamu berada
disini namun sulit untuk menjadi ‘satu’ lagi denganku. Hey (teman) masa laluku.
Apakabarmu? Tentu baik akan tetap baik dan selalu baik bukan tanpaku? Iya kamu
hebat. Bahkan lebih hebat dari petinju yang mengalahkan lawaannya. Jika mereka
harus babak belur. Kau hanya cukup berbalik arah dan kau telah menjadi pemenang
dalam ceritaku ini...
Aku kini hanya menerka-nerka. Aku bermain tebak-tebakan
dengan takdir. Aku bercengkrama dengan banyaknya kemungkinan kemungkinan yang
belum pasti atau akan terjadi nantinya. Itu semua aku lakukan tanpa ada kamu
disini, seperti dulu..
Berbalik arah.
Apa kamu ‘menangkap’ sesuatu dari dua kata itu? Tidak?
Ya! Begini. Kamu yang dulunya hadir di hariku. Kamu yang
mengajariku banyak hal dari ini itu dan apa pun. Kamu yang membisikkan sugesti
“KAMU BISA” ketika perasaanku berkata “KAMU AKAN JATUH”. Kamu yang membuat satu
hal memiliki 1000 makna. Kamu membuat pandanganku “melebar” dari sisi yang
(bee)rbeda. Kamu berbalik arah. Kini kamu berbalik arah! Iya ke arah yang bukan
lagi arah dimana aku berjalan. Arah dimana antara aku-kamu tak mungkin menjadi
kita. Arah dimana 1000 Arti yang kamu beri tadi musnah. Arah dimana sugesti
tadi menjadi tak bermakna. Kamu telah berbalik arah dan tak-pedulikan-aku. KAMU
MENANG! KAMU PEMENANG!! Sudah puas membiarkan aku menerka-nerka ? Apakah
membiarkan ku disini dengan teka teki yang tak terpecahkan ini adalah
kemenangan bagimu? :’)
Terkaanku bisa saja benar. Terkaanku bisa saja salah.
Mungkin kamu kembali mungkin juga kamu akan selamanya pergi. Mungkin aku yang
kembali bahagia. Atau kamu yang mungkin akan selalu berhasil membuatku ‘sakit
kepala’ memikirkan tekateki tadi.. Mari ikut aku sejenak. Mari masuk dalam
dunia “masa lalu kita” (teman)...
Pertama.
Kesedihan kurasakan. Kepiluan menerka. Semua seolah membuatku jatuh.
Kamu dengan penuh kasih sayang mengajariku arti kesabaran kamu beriku sejuta
nasehat hingga sedih itu hilang. Tapi kamu lupa! Lupa mengajariku untuk
berhenti bersedih tanpa sejuta nasehatmu itu. Hingga kini, kesedihanku makin
bertumpuk.
Selanjutnya,
Air mata itu menetes begitu derasnya. Isak tangisku semakin menjadi.
Kamu bertingkah konyol. Kamu berusaha hingga akhirnya aku tertawa lebih dari
tangisku tadi. Tapi tak kah kamu ingat? Kamu juga lupa! Lupa mengajariku
bagaimana mengusap air mataku sendiri tanpa ada kamu yang bertingkah konyol
hanya untuk membuatku tertawa. Hingga tawaku kini sulit seolah tersekat oleh
kesedihan yang bertumpuk tadi.
Lalu...
Kamu lupa mengajariku cara berjalan tanpa kamu disampingku.
Kamu lupa mengajariku caranya melupakan masa lalu.
Kamu lupa mengajariku cara untuk tidak bermain dengan bayangmu..
Kamu lupa mengajariku cara agar aku bisa melepaskanmu disaat kamu
pergi..
Kamu juga lupa mengajariku untuk tidak menunggu kabarmu.
Kamu juga tak pernah mengajariku bagaimana berhenti menangis bila rindu
denganmu.
Kamu tak pernah pula mengajariku bagaimana untuk tidak berharap kedekatan
jika kejauhan mulai terasa.
Kamu lupa mengajariku bagaimana mengerti sesuatu tanpa kamu
menjelaskan.
Kamu lupa mengajariku untuk tidak terus berkecimpung dengan hal yang
takpasti.
Kamu tak mengajariku bagaimana tertawa sendiri tanpa ada ‘kita’
teman...
Kamu melupakan itu! Padahal kini kamu tak lagi disini, Kamu pergi dan
entahlah...
Siapa lagi yang mau mengajariku ? Apakah jika ada yang mengari mereka
jga akan melupakan “semua” yang kutulis tadi? Iya? Jika memang iya.. Biarlah
hanya kamu yang mengajariku agar pertanyaanku tak semakin menjadi..
Kamu tak ajarkan itu semua. Tidak...
Bagaimana bisa kamu lupa mengajariku itu semua? Bagaimana
bisa kamu lupa? :’(
Dulunya aku tak pernah bertanya. Ku fikir dengan tidak
mengajariku hidup tanpa kamu. Kamu akan selalu disini. Ternyata tidak... Kamu
hanya mengajariku berbagai hal yang harus ku lakukan denganmu. Bukan
tanpamu.... Harus selama apa aku menerka-nerka?
Mungkin...
Hingga Dia ‘bertindak’
mempertemukan atau membuat kita saling melupakan satu samalain..
No comments:
Post a Comment