Besok.
Aku tak banyak berharap, tak banyak mengingat, tak banyak
tenaga untuk menangis lagi. Jadi, lebih baik aku diam saja—walau tetap menulis.
Bukankah katanya diam itu adalah emas?
Besok,
Aku bahkan hampir benar-benar melupakannya. Sayang,
tiba-tiba memori otakku kembali lagi ke tanggal yang sama.
Tak ada lagi air mata yang menetes memang, hatiku lambat
laun sudah kebal. Untuk sekadar bersedih pun rasanya rumit. Dan lupa.
Entahlah, pertemanan atas nama kesetiaan itu rasanya omong
kosong di antara kita. Sayang atas nama pertemanan juga rasanya adalah bualan
semata. Kita? Ah, aku dan juga kau. Tak ada ‘kita’ lagi sampai kapanpun. Tak ada
rajutan cinta dalam dekapan ukhuwah lagi sampai saat ini.
Jika aku akhirnya berbalik dan berlaku sama sepertimu,
apakah Tuhan akan marah? Apakah hanya aku yang diwajibkan berjuang merajut
cerita yang terputus dan kau bertugas sebagai orang yang menyia-nyiakan
usahaku?
Besok,
Kali ke3 rangkaian cerita buruk itu mampir sebagai kenangan
yang menganggu. Tak banyak perbedaan, selain sikapmu yang semakin membual. Tak masuk
akal.
Baiklah, biarkan saja rangkaian cerita yang terputus itu
begitu terus keadaannya. Selamanya. Rasanya, berusaha mengukir cerita kembali
di atas lingkaran pertemanan itu adalah hal yang konyol. Tak mungkin.
Besok, tanggal terakhir di bulan September.
No comments:
Post a Comment