Sayangnya, Hidayah tak
bisakubeli.
Benar memang, tugas saya hanyalah
mengingatkan sekuat tenaga saya. Berkata baik juga menasihati penuh cinta. Pada
akhirnya, semua tergantung pada kamu. Pada kalian. Pada siapa saja yang pernah
saya ingatkan. Saya tahu, saya bukan Tuhan yang punya kuasa. Itu sebabnya,
sekuat apapun saya berusaha menarik kamu dalam lingkaran yang saya inginkan. Lagi-lagi
berakhir pada kehendakNya. Tuhan. Sang pemiliki hati.
“Siapa saja yang dikehendaki Allah memperoleh kebaikan, niscaya Allah
akan menjadikannya mengerti dalam urusan agama.” – HR.Al-Bukhari.
Ya, benar memang. Siapa saja,
seluruh umat manusia di seantero bumi. Akan menjadi tunduk dan taat pada
agamaNya jika Dia berkendak.
Maaf, kalau selama ini saya
terlampau berharap kepada kamu untuk mengikuti apa yang menurut saya baik. Apa yang
menurut saya benar, dan apa yang kamu belum tahu. Saya melakukan itu semua
bukan karena saya merasa dengan jilbab lebar saya, saya menjadi suci. Lalu saya
berhak menuntut kamu untuk berjalan bersama saya. Tidak. Bukan itu alasannya.
Saya mengajak kamu susah payah,
menjadi pasukan barisan yang paling depan. Itu semata-mata karena saya begitu
menyayangi kamu. Begitu mencintai kamu karenaNya. Bukan karena hal duniawi
semata. Saya bahkan tak merasa keberatan—walau saya lelah—berdiri di sini dengan
ketidakpedulian. Sebab sekali lagi, saya menyayangi kamu. Saya hanya berusaha
sebisa mungkin orang yang saya sayangi berjalan satu kubu dengan saya. Bukan malah
bertolak belakang dengan apa yang saya lakukan.
Mungkin,
Mungkin saya lupa selama ini.
Bahwa dalam mengingatkan bukan hanya butuh kebenaran atau semangat yang
membara. Saya lupa satu hal. KESABARAN! Selama ini saya terkesan memaksa—walau sebenarnya
berharap. Yah, saya lupa makna kesabaran. Saya lupa untuk bertawakal pada Allah.
Saya hanya terobsesi dengan ‘bagaimana kamu bisa berjalan dengan saya’.
Dengan tulisan ini, bukan berarti
saya akan berhenti mengajak kamu untuk berbaik hati mengerti. Tapi lewat
tulisan ini, saya memberi tahu kamu. Bahwa meski saya telah hijrah, saya masih
tetap manusia biasa dan saya bukan malaikat.
Dengan demikian, berarti kamu pun
boleh jadi lebih baik dari saya. Hanya saja, kebaikanmu itu harusnya kamu
sempurnakan dengan balutan pakaian takwa.
Jika saya bisa membeli hidayah, saya akan belikan dan menghadiahkannya satu-satu untuk orang yang saya sayangi. Dan jelas, orang itu termasuk kamu. Orang yang sampai detik ini saya inginkan perubahannya. Sayangnya, hidayah itu tak mampu kubeli. Hidayah itu diperjuangkan mati-matian. Dicari dengan sepenuh hati, lalu dijaga sekuat tenaga.
Ah, saya lupa lagi. Saya hanya butuh sabar dalam menantimu berjalan ke kubuku. Saya yakin, hal itu pasti terjadi. Entah kapan. Allah maha membolak balikkan hati. :')
Untuk kamu, kalian, dan siapapun.
Semoga akhirnya Allah membuatmu
mengerti.
No comments:
Post a Comment