Ada rasa
bersalah yang sebenarnya yang saya pendam padamu, lelaki yang tegar lagi baik
hati. Rasa-rasanya saya ingin menuliskan ini sejak lama. Dan ingin sekali kau
membacanya. Barangkali dengan tulisan, saya akhirnya bisa membiarkanmu menelaah
pintalan kata yang saya rangkai terkhusus untukmu. Tapi, akhirnya saya tak
pernah bisa menuliskan itu. Apalagi mempersilahkanmu membacanya dengan leluasa.
Garis-garis
wajahmu sudah mengendur. Boleh jadi karena kau terlampau lelah mencarikanku
sepiring nasi setiap harinya. Boleh jadi karena kau telah lelah melawan
keadaan. Boleh jadi karena kulitmu memang sudah waktunya menua. Saya merasa
bersalah ketika melihatmu berjuang keras padahal saya hanya bisa duduk manis
belum bisa melakukan apa-apa.
Di sini saya
telah banyak belajar darimu. Dari orang yang saya pikir superhero masa kini.
Tak ada yang lebih berarti dalam hidup saya daripada melihat kau tersenyum.
Melihat tawamu yang lepas—walaupun bukan karenaku.
Superhero,
Selama hidup
bersama. Saya tahu, sayalah yang berandil besar membuat kepalamu pengap dan
rasanya ingin meletus. Saya banyak bicara, saya banyak meminta dan akhirnya
paling banyak membuatmu kecewa.
Supehero,
Barangkali
setiap pembiacaraan kita selama ini saya sering membuat kau tersakiti. Mungkin,
omongan saya kasar? Sekali lagi, saya hanya mampu menuliskan kata maaf untuk
kesekian kalinya.
Saya juga
bingung. Kenapa, saya selalu saja membuatmu kecewa. Saya sudah meminta maaf,
lalu saya melakukan hal yang sama lagi. Sampai akhirnya, saya memutuskan untuk
tak menyampaikan maaf saya kali ini. Saya takut hanya membuat kesal dan kecewa
lagi dikemudian hari.
Saya paham
sekali bagaimana kau berjuang susah payah membuatku bahagia. Dan lagi, saya tak
pernah cukup puas dengan itu. Maaf. Saya mungkin terlalu bebal mendeskripsikan
kehidupan dan kesederhanaan sepertimu yang selalu tegar dalam kesederhanaan.
Superhero yang
paling nyata.
Hidup dengan
bayang-bayang kesalahan sebenarnya memang tak pernah menyenangkan. Selalu ada
sesak yang menjalar, selalu ada tangis dalam kegelapan. Sekali, dua kali, tiga
kali. Saya tahu, kau tak akan pernah berpaling dengan cintamu terhadapku. Tapi
justru itu yang membuat rasa bersalah saya semakin besar.
Baiklah
superhero sayang...
Akhirnya, hari
ini saya menuliskan kata-kata yang sudah lama saya pendam. Mungkin benar,
sehebat apapun tupai melompat akhirnya jatuh juga. Sekuat apapun saya memendam.
Saya akhirnya akan mengatakan apa yang saya pendam.
Pertama, saya
berharap kau membaca ini—entah kapan pun itu. Terimakasih superhero. Telah menebar
kebaikan dalam hidupku. Tapi seperti yang saya katakan, tulisan ini bukan untuk
berterimakasih tapi untuk meminta maaf.
Kedua, saya
benar-benar menyesal. Menyesal pernah membuatmu sakit hati barangkali atas
semua perlakuan dan perbuatanku yang tak sesuai pintamu. Sekali lagi, tulisan
ini juga tidak untuk mengutarakan penyesalan. Tapi, permintaan maaf.
Ketiga,
sudahlah. Terlalu panjang jika saya buat point-point seperti ini.
Superhero, satu
kata untuk semuanya. Maafkan saya. Anakmu...
No comments:
Post a Comment