♫♬

Wednesday, September 24, 2014

Superhero, Maafkan Saya.

Ada rasa bersalah yang sebenarnya yang saya pendam padamu, lelaki yang tegar lagi baik hati. Rasa-rasanya saya ingin menuliskan ini sejak lama. Dan ingin sekali kau membacanya. Barangkali dengan tulisan, saya akhirnya bisa membiarkanmu menelaah pintalan kata yang saya rangkai terkhusus untukmu. Tapi, akhirnya saya tak pernah bisa menuliskan itu. Apalagi mempersilahkanmu membacanya dengan leluasa.
Garis-garis wajahmu sudah mengendur. Boleh jadi karena kau terlampau lelah mencarikanku sepiring nasi setiap harinya. Boleh jadi karena kau telah lelah melawan keadaan. Boleh jadi karena kulitmu memang sudah waktunya menua. Saya merasa bersalah ketika melihatmu berjuang keras padahal saya hanya bisa duduk manis belum bisa melakukan apa-apa.
Di sini saya telah banyak belajar darimu. Dari orang yang saya pikir superhero masa kini. Tak ada yang lebih berarti dalam hidup saya daripada melihat kau tersenyum. Melihat tawamu yang lepas—walaupun bukan karenaku.
Superhero,
Selama hidup bersama. Saya tahu, sayalah yang berandil besar membuat kepalamu pengap dan rasanya ingin meletus. Saya banyak bicara, saya banyak meminta dan akhirnya paling banyak membuatmu kecewa.
Supehero,
Barangkali setiap pembiacaraan kita selama ini saya sering membuat kau tersakiti. Mungkin, omongan saya kasar? Sekali lagi, saya hanya mampu menuliskan kata maaf untuk kesekian kalinya.
Saya juga bingung. Kenapa, saya selalu saja membuatmu kecewa. Saya sudah meminta maaf, lalu saya melakukan hal yang sama lagi. Sampai akhirnya, saya memutuskan untuk tak menyampaikan maaf saya kali ini. Saya takut hanya membuat kesal dan kecewa lagi dikemudian hari.
Saya paham sekali bagaimana kau berjuang susah payah membuatku bahagia. Dan lagi, saya tak pernah cukup puas dengan itu. Maaf. Saya mungkin terlalu bebal mendeskripsikan kehidupan dan kesederhanaan sepertimu yang selalu tegar dalam kesederhanaan.
Superhero yang paling nyata.
Hidup dengan bayang-bayang kesalahan sebenarnya memang tak pernah menyenangkan. Selalu ada sesak yang menjalar, selalu ada tangis dalam kegelapan. Sekali, dua kali, tiga kali. Saya tahu, kau tak akan pernah berpaling dengan cintamu terhadapku. Tapi justru itu yang membuat rasa bersalah saya semakin besar.
Baiklah superhero sayang...
Akhirnya, hari ini saya menuliskan kata-kata yang sudah lama saya pendam. Mungkin benar, sehebat apapun tupai melompat akhirnya jatuh juga. Sekuat apapun saya memendam. Saya akhirnya akan mengatakan apa yang saya pendam.
Pertama, saya berharap kau membaca ini—entah kapan pun itu. Terimakasih superhero. Telah menebar kebaikan dalam hidupku. Tapi seperti yang saya katakan, tulisan ini bukan untuk berterimakasih tapi untuk meminta maaf.
Kedua, saya benar-benar menyesal. Menyesal pernah membuatmu sakit hati barangkali atas semua perlakuan dan perbuatanku yang tak sesuai pintamu. Sekali lagi, tulisan ini juga tidak untuk mengutarakan penyesalan. Tapi, permintaan maaf.
Ketiga, sudahlah. Terlalu panjang jika saya buat point-point seperti ini.
Superhero, satu kata untuk semuanya. Maafkan saya. Anakmu...



No comments:

Post a Comment