♫♬

Saturday, September 6, 2014

Kamu. Pengukir Cerita Tak Ber-ending

Saya rasa saya memang bukan siapa-siapa. Dan saya pikir saya memang tak akan pernah jadi siapa-siapa. Selelah apapun saya berusaha, dan setegar apapun saya untuk bertahan. Akhirnya apa yang saya lakukan tak lebih dari pengganggu belaka.

Saya sudah berulang kali membujuk hati saya agar dia berhenti mencoba menaklukkan kecewa. Saya sudah berulang kali mengutarakan pada diri saya sendiri, bahwa masa lalu telah tertinggal di belakang. Masa lalu tak layak untuk dikenang. Masa lalu bukan untuk diratapi. Karena masa lalu, tak mungkin bisa kembali.

Saya selalu berpikir positif kepada kamu. Kepada masa lalu yang membuat saya selalu berdiri paling depan dalam menyemangati perubahan yang saya harapankan terjadi pada dirimu. Tapi nyatanya, barisan paling depan itu terkadang memang menjadi barisan yang paling terlupakan. Saya contohnya. Dan saya tak begitu paham, kapan saya akan benar-benar lelah untuk berdiri dengan segudang ketidakpedulian.

Kalau saja kamu mengerti, kalau saja kamu sedikit membuka mata. Saya yakin, saya tak akan terus-terusan berkeliaran di sini demi kamu. Karena bagaimanapun, tentang perubahan, hidayah, istiqomah hanya datang ketika seseorang mau mencarinya dan menjaganya. Saya hanya bisa berdiri dari kejauhan, melihatmu dengan segudang penyesakan. Namun, saya hanya bisa diam.

Saya tak pernah berpikir sesulit ini, apapun yang keluar dari mulut saya rasanya tak pernah kamu anggap berarti—meski itu sebuah kebaikan. Tak banyak harapan saya, saya hanya minta. Kamu membuka mata sedikit, dan lihat apa yang telah saya lakukan. Apa itu tak cukup untuk membuatmu berbicara—walau hanya sepatah kata?

Semua jawaban itu di kamu.

Kamu, pengukir cerita yang tak pernah bisa kutelaah endingnya.

No comments:

Post a Comment