♫♬

Friday, December 13, 2013

Hanya Sebatas Jalan

        Terkadang yang hanya sebatas jalan menyisakan kenangan yang tidak sekedar hanya. Jalan itu memang biasa saja tak terlalu istimewa. Garis-garis berwarna hitam-putih sebagai pembatas tepi jalan nya pun terlihat sama disepanjang jalan. Pepohonan bersaut-sautan disebelahnya bahkan bersapaan dengan pepohonan disebrangnya. Beberapa ruko yang memang tampak rapi tersusun menambah kan suasana biasa seperti jalan yang lain. Ya memang jalan itu adalah jalan umum. 

            Jalan itu akan tampak sangat biasa ketika hari panas. Karena otakku enggan berfikir apa pun mengenai jalan biasa itu. Tapi lain ceritanya jika jalan itu basah & pepohonan yang bersautan tadi meneteskan air setetes demi setetes. Otakku, hatiku, jiwaku terbang ke hari itu. Mungkin jika ragaku dapat meminta, ia akan meminta pula untuk terbang bersama-sama yang lain.. Termasuk bersama kamu. Mungkin jalan itu hanya akan menjadi sebatas jalan. Jika aku, kamu tak pernah bertemu apalagi melalui jalan itu. Atau kita memang boleh jadi bertemu tapi..hari itu bukan hari terakhir aku dan kamu melalui jalan itu dan semuanya.......hilang.

            Jalan yang awalnya memang selalu ku anggap biasa menjadi jalan yang berakhir dengan luka. Andai saja waktu itu aku atau kamu terbang tak melewati jalan itu. Pastilah tepian hitam-putih dan pepohonan tadi tak menjadi hal memuakkan yang harus tiap hari aku lalui. Jalan itu adalah akhir rasanya. Jalan itu adalah rasa kecewa di balik harap.


       Hujan yang turun tak terlalu deras. Mungkin hanya beberapa tetes. Namun hujan itu semakin deras ketika jalan itu telah aku lalui dan aku sampai dirumah. Hujan tadi adalah air mataku. Air mata yang dulu adalah berarti untukmu. Dan air mata yang sekarang kamu abaikan semampumu. Mungkin salahku telah terlebih dahulu mengabaikan kepedulianmu. Mungkin memang kebodohanku yang telah terlebih dulu membiarkanmu membenciku karena sikap ke kanak-kanakanku. Mungkin aku yang terlampau sibuk untuk mencari orang lain. Sedang sebenarnya aku mempunyai kamu dulu. Selalu ada disaat sedihku, selalu ada di dalam tawaku, selalu menjadi alasan kenapa aku berhenti menangis;walau itu dulu...


            Semakin kesini aku semakin merelakan mu. Semakin berusaha untuk membuat jalan itu sebagai jalan yang benar-benar biasa. Jalan tanpa ada kamu di dalamnya. Jalan tanpa ada bayang-bayangmu yang bercanda denganku. Jalan tanpa ada tawa kita. Jalan tanpa ada tangis kecilku karena takut kehilanganmu;walau kini aku telah kehilanganmu...

       Aku mencoba melupakanmu lebih dalam. Lebih keras dari ini. Aku ingin pergi melupakan kenangan. Melupakan sang jalan yang menyisakan luka. Pergi untuk hal yang lebih pasti. Untuk tidak terus berdiri dengan sejuta harap yang ternyata kosong dan tak menentu. Ternyata bertahan di tengah-tengah ketidak pastian adalah hal yang paling menyakitkan. Dan terlebih ini karena soal pertemanan.. Memang, pertemanan sangat berarti untukku. Lebih dari apapun selain keluargaku. Tapi jika aku tahu sakit yang ku dapati karena pertemanan akan separah ini. Mungkin waktu itu aku enggan untuk berubah menjadi seorang yang perasa seperti sekarang.

       Mungkin seorang temanKu itu paham betul bagaimana aku. Tapi tetap saja, dia yang telah menjadi teman ku sempat menjadi orang yang selalu ada dalam hariku. Yang telah membuat hidupku banyak berubah. Yang telah melebarkan pandanganku atas arti kasih sayang dan dia yang telah membantu ku waktu itu tuk bangkit. Yang telah menjadi teman seperjuanganku walau hanya terhitung 3-4 bulan saja. Namun itu lebih dari berarti.

            Jalan yang kukatakan biasa tadi adalah jalan yang aku dan dia lewati ketika kami pergi. Namun setelah hari itu. Dia memang benar-benar pergi. Bukan pergi mengajakku jalan-jalan atau mencari buku, perlengkapan untuk pameran atau apapun. Dia pergi dalam artian lain. Dia enyah dari kehidupanku yang semula penuh tawa bersama dia. Sekarang kosong tanpa ada dia yang selalu menganggapku manja dan kekanak kanakkan. Sekarang tak ada lagi yang mendengar isak tangisku di malam hari melalu telefon di seberang jalan sana. Sekarang hanya ada aku, jarak dan dia. Yang ku yakin jarak di antara kami adalah jarak permanen yang sampai kapan pun tak akan bisa di hapuskan..

            Sesekali jarak itu akan hilang, namun setelah itu jarak akan semakin jauh. Sejauh dia melupakanku dan jarak itu akan susah untuk di persingkat sesusah aku yang ingin pergi dari bayang-bayangnya. Kini. Jalan ini. Jalan sepanjang... entahlah yang pasti tak sepanjang hayalku untuk penghayalan bahwa semua akan baik-baik saja. Mungkin temanku disana telah melupakan ku jauh lebih dalam. Dan telah bahagia jauh lebih bahagia.Biarlah aku, tangisku, dan air mataku di jalan ini yang menjadi saksi. Dulu aku sempat menangis di jalan ini karena takut kehilangannya dan berujung dengan benar-benar kehilangan..
Iya ini hanya sebatas jalan yang menyisakan..........Luka........

30SSJ.


No comments:

Post a Comment