Suka atau tidak, membaca atau tidak. Aku akan tetap menulis
jika aku merasa aku harus menulis.
Kamu,
Aku selalu berharap kamu bisa menerjemahkan pintalan kataku
dari dahulu, tapi tragisnya aku juga tak paham. Kamu sudi membacanya, atau
malah membuang ludah tepat ketika sedikit mengintip apa yang aku tulis.
Kamu,
Sudah berulang kali pula aku berharap akhirnya Tuhan
membukakan matamu, tentu bukan untuk melihatku. Tapi melihat dunia, kenyataan,
dan kewajiban. Apa aku terlalu berlebihan jika menilaimu pintar, baik, juga
pengertian? Apa hanya aku yang selama ini salah menilaimu karena terlampau
termakan bayang-bayang masa lalu? ah, kupikir kamu mengerti. Kupikir kamu
berusaha, kupikir kamu juga bersedia berjalan menujuNya pelan-pelan.
Bujukan kata-kataku pada hati tak pernah berfungsi, aku
selalu berpikir positif tentangmu. Berpikir bahwa kamu di sana mati-matian
berjuang mencintaiNya, berusaha sekuat tenaga menghabiskan napas untuk kebaikan
atas namaNya.
Tapi sungguh, aku lima kali lipat lebih kecewa daripada
sebelumnya.
Ya, aku tahu, ini bukan hidupku. Semua ini tentang
kehidupanmu, tapi kupikir tak salah jika aku ikut andil. Maksudku, untuk
membantu mengingatkan. Aku menghakimimu? Ah, siapa aku bisa main hakim sendiri.
Aku hanya sedikit menghargai usahamu mengubahku waktu dulu, mengubah hatiku
menjadi perasa, penyayang juga serapuh ini.
Kamu tak tahu bagaimana aku setengah mati berjuang untuk
tetap sabar dan ikhlas. Kamu bahkan tak menghargai itu sama sekali.
Sekali lagi dengarkan,
Aku tak pernah berharap banyak—meski sedikit ada—untuk kembali
mengukir mimpi bersamamu. Aku hanya ingin satu, dan hal itu jauh lebih aku
harapkan daripada sebuah pertemuan dunia.
Aku hanya ingin aku dan kamu bertemu di tempat yang indah di
atas sana, di tempat yang Dia janjikan untuk hambaNya yang bertakwa.
Aku di sini berjuang untuk itu, aku juga ingin kamu berjuang
yang sama. Bukan untukku, setidaknya
untuk tabungan pahala orang tuamu.
Kamu terlalu sempurna untuk dilihat siapa saja secara
bebas,sayang.
Kamu terlalu hebat untuk kalah dengan nafsumu.
Dan kupikir kamu terlalu tegar untuk kukasihani.
Lalu, apalagi?
Kita hidup bukan untuk di dunia saja, ada yang lebih kekal.
Ada yang lebih lama, kamu tak ingat di akhirat kelak akan ada syurga dan
neraka? Semua tergantung pada langkah awal kita di dunia, sayang.
Mengertilah, kumohon....
Bee..
No comments:
Post a Comment