Tak ada yang lebih berarti dari
apa yang aku miliki, jika kebanyakan makhluk berstatus manusia mengerti. Tak
ada yang lebih indah dari struktur tubuhku, jika manusia bergelar muslim tak
melulu menutup mata karena gemerlap dunia.
Kerangka-kerangka kata dalam
tulangku membuat tubuhku semakin kokoh tak mengenal waktu. Tak peduli mereka
mengenalku atau malah mengabaikan kehadiranku. Cinta kasih berbalut kepedulian
selalu tercurah dari isi hatiku. Tapi lagi-lagi manusia banyak yang tak paham.
Atau malah tak mencoba paham. Hatiku harusnya di teliti, bukan untuk di
letakkan didalam laci.
Aku sering di kumpulkan dengan
tubuh-tubuh yang lebih ringkih dalam satu rak-rak tinggi di rumah yang mewah.
Yang pemiliknya lebih sering sibuk di luar mengurusi pekerjaannya tanpa pernah
menyentuh tubuhku barangkali hanya lima belas menit.
Berbeda dengan orang kaya tapi
miskin hati itu.
Manusia kalangan ini
memperlakukanku lebih layak. Mungkin tidak dengan tempat, karena tempatku
disini hanya di samping mukena atau sajadah di atas meja tua. Bahkan kulihat di
beberapa sisinya sudah dimakan rayap. Keropos. Jika boleh jujur, aku lebih
senang berada di antara tumpukan mukena lusuh dan sangat sederhana seperti ini.
Namun setiap harinya tubuhku di genggam dan hatiku di buka perlahan. Mereka
memang tak sepenuhnya mengerti apa pintaku, tapi aku tahu. Setidaknya mereka
berjuang untuk mengerti.
Aku rasanya ingin menjerit. Ingin
berlari kepelukan orang yang menganggapku sempurna. Ketika tumpukan debu mulai
beranak pinak di atas badanku, ketika serangga-serangga mulai berkembang biak
barang kali tujuh turunan karena pemilikku mencampakkan aku di ruang gelap
bernama laci. Ah, aku malas berada disini. Aku memang sebagai cahaya dalam
hidup manusia, tapi bagi siapa saja yang membaca isi hatiku. Jangankan di baca,
di sentuh pun tidak! Aku benar-benar gerah disini. Rasanya ingin keluar! Lepas!
Bebas!
Bukankah, masih banyak orang yang
ingin membaca surat-surat cintaku? Tapi tak dapat, aku hanya diam membisu
terpaku dalam kegelapan. Hingga pemilikku terbangun dari mimpi di siang
bolongnya yang sudah begitu tega mencampakkanku disini;dalam sebuah laci.
Ada banyak kalangan yang aku
cintai di muka bumi ini. Salah satunya adalah mereka yang rela membuka matanya
ketika yang lain sibuk mendengkur entah sudah berapa episode mimpi di lewati.
Aku bahagia, karena surat cintaku berarti sampai pada hatinya. Lalu ia terapkan
dalam hidup sederhananya.
Kalian tahu?
Aku terus-terus membathin tanpa
henti. Kenapa aku di agung-agungkan tapi akhirnya di lupakan? Kenapa mereka
menjadikanku saksi di hari bahagia mereka. Membungkusku rapat dalam sebuah
kotak indah bersama perangkat shalat? Tapi kalian sudah pasti paham, setelah
itu. Bahkan tempatku tak lagi seindah kotak pertama kali aku menjadi saksi.
Lebih parah dari itu, aku menjadi
saksi ketidakwajaran perilaku mereka terhadapku. Yang tak pernah menempatkan
aku pada posisi suci. Aku ingin bertanya pada manusia-manusia itu. Apakah
mereka tak begitu mengenal siapa Tuhannya? Tuhan mereka mengirimkanku sebagai
pedoman mereka. Tuhan mereka menuliskan ayat-ayat cintaNya di dalam tubuhku. Tapi
apa? Mereka? Ah, terlampau sibuk mengurusi hal yang tak seharusnya di urusi.
Lebih banyak melupakan Tuhan dari pada bertakwanya.
Buktinya, aku belum sepenuhnya
menjadi kekasih mereka. Aku hanya menjadi cadangan, menjadi hiasan di
rumah-rumah manusia berhati bebal. Namun memang, tak sedikit pula yang
mencintaiku, yang menjadikanku kebutuhan mereka. Yang setiap harinya mereka
membuka lembaran-lembaran dalam tubuhku. Tapi tetap saja, hanya sedikit di antara
milyaran manusia.
Hey, manusia-manusia berhati
sombong lagi angkuh.
Kau akan menyesal telah
membiarkanku sendiri menangis dalam sepi. Di ruang yang kau ciptakan ini. Aku
tak kan pernah mau membantumu kelak, karena kau terlalu angkuh! Mengedepankan
nafsu duniamu tanpa memikirkanku. Celakalah kau, yang tak pernah menyentuhku
apalagi mencoba mengertiku. Maaf, aku tak mampu mencintaimu ketika kau malah
sibuk mencintai yang lain..
Hey, manusia-manusia berhati
malaikat dan pencinta tubuhku...
Tenang sayang, kau akan
mendapatkan balasan yang setimpal dari usahamu mencintaiku dengan ketulusanmu.
Jangan pernah pedulikan mereka yang membencimu karena terlalu mencintaiku. Sabar
sayang, dunia ini bukan tujuan utamamu. Kita akan bertemu dalam dunia lain.
Yang lebih abadi..
Aku.
Aku adalah pedoman hidupmu. Dengan
atau tanpa perlindunganmu. Aku tetap terlindungi;olehNya...
NB : Tantangan #NarasiSemesta @KampusFiksi
No comments:
Post a Comment