Dari sisa-sisa kenangan di antara
kita. Kucoba sekali lagi menuliskan ini untukmu. Barangkali hari ini tiba-tiba
kau ingin membaca tulisanku atau tiba-tiba kau juga merindukanku. Walau aku
mafhum, kau tak mungkin merindu layaknya aku merindukanmu.
Serpihan cerita yang mungkin
telah menjadi debu di otakku masih saja enggan bertebaran keluaran seutuhnya.
Aku, masih berdiri dengan tegak menunggumu.
Ada rasa yang harusnya terucap
menurutku. Tapi dia harus terpaksa bisu. Melihat kekokohanmu mengabaikan kami—rindu,
aku dan juga kenangan.
Rasa-rasanya aku terlalu bodoh
menganggapmu orang yang berarti. Orang yang berhak untuk aku rangkul menuju
jalan yang menurutku terang. Padahal jelas saja, aku bukanlah orang yang kau
harapkan.
Sekali lagi duka ini kau sematkan
secara perlahan. Membuatku mati rasa mungkin hampir gila.
Kau, kapan kau bisa meraba semua
sakitku. Dan menerjemahkannya ke dalam bahasa kalbu. Lalu mengubahnya menjadi
tawa?
Kau, kapan kau akan kembali
menjadi pribadi yang kukenal? Dan akhirnya merangkulku seperti saat itu—sebelum
akhirnya kau meninggalkan.
Dalam khayalku, kau adalah
pelipur lara yang pantas aku banggakan.
Dalam impiku, kau masih menjadi
orang yang kusayang.
Dalam nyataku, semua tentangmu
begitu runyam. Sulit untuk kuterjemahkan.
No comments:
Post a Comment