Aku tak bisa berhenti ternyata.
Sebab sampai sekarang hanya tulisan yang mampu mendengarku. Yang mau meluangkan
waktu untuk sekadar menjadi aplikasi kekecewaanku.
Aku tak menyalahkan siapapun yang
tak pernah mendengarku lagi. Aku tahu, semua manusia berhak memilih jalannya.
Termasuk memilih pergi dan meninggalkanku dalam keterpurukan ini. Ah, apakah
ini titik terburuk yang aku alami?
Aku mencoba berfikir positif
dengan keadaan. Dengan semua rencana Allah yang belum bisa ku cerna dengan
baik. Mencoba menelaah kata-kata “Allah
tergantung pada prasangka hambaNya” Aku belajar untuk tidak menangis disaat
semua tak menganggapku berarti walau akhirnya air mata itu malah semakin
menjadi dan terlampau menyesakkan.
Ah ya, aku harus menjadi diriku
sendiri. Harus mengejar apa yang aku impikan. Dan harus menjadi muslimah yang
tangguh tanpa membangkang.
Kau tahu? Sssst! Sekarang, aku
menulis secara diam-diam. Ah tak perlulah mereka –orangtuaku—tahu apa saja yang
aku tulis dan event apa saja yang aku ikuti. Aku menulis disaat mereka
terlelap. Dan terlelap disaat mereka terjaga. Biarlah, dengan begitu tak ada
lagi sarkasme dari mereka. Karena yang mereka tahu, aku tak menulis lagi..
MENULIS GERILYA!
Diam-diam tapi menghasilkan
karya. Aku belajar kebal beridiri tanpa dukungan. Berdiri tanpa semangat. Aku...harus
bisa. Dengan atau tanpa mereka. Bagaimanpun, sudah ku katakan walau ini
menyakitkan tapi ini cita-citaku. Selangkah menuju mimpi yang nyata...
Iya...Mungkin menulis diam-diam
itu adalah solusi yang kutemui dalam diamku....
No comments:
Post a Comment