Ini sambungannya :---)
Bahagia sekali , hari-hariku mulai penuh warna
banyak sekali warna ntah warna apa pun itu aku juga tak mengerti. Yang aku
pahami adalah Dia penyemangatku kali ini. Dan itu menjadi sangat-sangat
bermakna karena dia adalah pemimpin di organisasi yang aku ikuti. Mulailah aku mempunyai
hobi baru, yaitu menulis. Yah! Menulis diavi yang telah lama kupunya tapi tak
pernah lagi aku tulis. Karena memang baru kali inilah aku merasa ada yang beda
, menyukai orang yang dulu tak ku sukai.
Hampir sebulan aku berkenalan dengannya, Tara
selalu menasehatiku akan semua yang aku ceritakan padanya. Aku selalu di ajari
banyak hal dan kenapa Tara membuatku semakin menyayanginya ? Barulah aku sadar
jika aku bukan hanya kagum. Tapi sayang, sangat menyayanginya. Bahkan aku tak
punya alasan untuk tidak mengirimkan pesan singkat. Hal seperti itu berlangsung
cukup lama. Aku masih asik dengan dunia baruku, dunia ku yang selalu ingin
memperhatikan Tara. Hingga waktu itu tiba dan aku serasa mulai jenuh dengan apa
yang selama ini aku lakukan.
***
Malam itu aku sempatkan menelelfon Dwi, aku
bercerita panjang lebar tentang apa yang aku rasa dan di sela-sela pembicaraan
dwi berkata padaku.
“Vi, Sayang memang berbeda dengan kagum suka
ataupun yang lainnya. Aku juga merasa kamu sangat berbeda menyayanginya. Kurasa
kamu sangat-sangat tulus menyayanginya. Kamu gak pernah sedikitpun memaksa dia
untuk menyayangimu, bahkan kamu gak pernah bilang secara langsung sama dia,
kenapa vi ? kenapa gak kamu coba jujur? Gengsi ? sayang gak ngenal kata gengsi!
Bilang sayang bukan berarti nembak kok.”
“Wi, bukannya aku gengsi. Aku juga punya
prinsip kalau sayang ya sayang gak usah munafik! Tapi jujur, ternyata aku gak
cukup yakin sama apa yang aku rasain. Aku takut.” Jawabku dengan nada yang rendah.
“Takut apa? Takut dia tidak menyayangimu?
Bukankah sayang mu tulus tanpa timbal balik?” Jelasnya.
“Bukan.
Bukan itu yang kutakutkan. Aku takut dia malah jauh dariku. Sudahlah lupakan
saja masalah ini.” Tindasku sembari mematikan telefon. Aku tak langsung
tidur, aku berfikir sebulan ini aku tak mendapatkan respon apa-apa ,dia baik
denganku ya karena memang ia baik terhadap semua orang.
“Lalu ? apa iya selama ini hanya aku yang
terlalu berharap? Apa ya yang harus aku lakukan untuk menunjukkan bahwa aku
sangat menyayanginya.?”
Renungku sambil menatap indahnya bintang yang bertaburan. Lagi-lagi pertanyaan
yang bermunculan tak kunjung ku temukanjawaban.
***
Akhirnya perasaan ku harus ku kubur dalam-dalam bahkan
selama setahun lamanya. Aku mencintai dalam diamku. Rutinitas memandangi tara
pun berujung pada penyesakkan semata. Rutinitas itu lambat laun aku hilangkan.
Aku memang harus belajar berdamai dengan keadaan. Ujian semester berlangsung
dan sampailah aku pada tingkatan kelas yang paling tinggi. Kelas 3 SMK. Karena
aku lelah dan bosan berada satu organisasi akhirnya aku memutuskan untuk
mengundurkan diri dari Osis. Tak melihat dia pun tak sama sekali mempunyai
kesempatan mendengarkan bait bait kata yang keluar dari bibirnya..
Lagi-lagi aku harus diam. Masa MOS adalah masa memuakkan
untukku. Itu artinya dengan mudahnya aku adik adik kelasku berkenalan dengan
ketua osis itu! Iya. Lalu siapa aku? Aku hanya akan jadi manusia yang setahun
lamanya tetap tak teranggap. Aku lelah pada fase ini. Aku lelah dengan keadaan
dan. Aku benar benar membiarkan semua rasa ku tergerogoti oleh waktu.
3
bulan setelah aku jalani hidupku di kelas 3. Aku dapati Tara telah menggaet
pacar baru. Yang artinya? Untuk selamanya cintaku akan benar benar diam. Aku
dapati hidupku memang berbeda. Tanpa Tara!
“Tara. Mungkin kamu sama sekali tak pernah menganggapku disini. Sama sekali takpernah tau bagaimana aku dan cintaku harus diam. Kamu juga sama sekali tak pernah tau bagaimana usahaku untuk merelakan semuanya. Kamu juga sama sekali tak peduli dengan apa yang aku rasakan saat ini. Saat aku lihat kamu dengan mudahnya dengan dia. Bahagia tanpa memikirkan aku sedikitpun. Aku terkadang membenci kamu. Membenci keadaan. Namun yangpasti rasa sayangku lebih besar dari pada benciku. Pergilah dengan kekasihmu. Pergilah. Maka aku disini akan lupakanmu.... Tara :’)” Tulisku di buku diari yang sedari tahun lalu aku rajin mengisinya dengan akhir yang menyedihkan. Aku harus membuka buku itu kembali dengan ending cerita yang menyessakkan..Ku tutup buku itu perlahan senada dengan perlahan meninggalkan Tara dan sejuta argumentasiku tentangnya...
“Tara. Mungkin kamu sama sekali tak pernah menganggapku disini. Sama sekali takpernah tau bagaimana aku dan cintaku harus diam. Kamu juga sama sekali tak pernah tau bagaimana usahaku untuk merelakan semuanya. Kamu juga sama sekali tak peduli dengan apa yang aku rasakan saat ini. Saat aku lihat kamu dengan mudahnya dengan dia. Bahagia tanpa memikirkan aku sedikitpun. Aku terkadang membenci kamu. Membenci keadaan. Namun yangpasti rasa sayangku lebih besar dari pada benciku. Pergilah dengan kekasihmu. Pergilah. Maka aku disini akan lupakanmu.... Tara :’)” Tulisku di buku diari yang sedari tahun lalu aku rajin mengisinya dengan akhir yang menyedihkan. Aku harus membuka buku itu kembali dengan ending cerita yang menyessakkan..Ku tutup buku itu perlahan senada dengan perlahan meninggalkan Tara dan sejuta argumentasiku tentangnya...
No comments:
Post a Comment