Seberapa pantas untuk di tunggu?
Ku tanya kan
padamu. Seberapa pantas kau untuk terus di sayangi? Seberapa tangguh kau
bertahan dan patut untuk ku perjuangkan? Seberapa kuat kau menopangku ketika
terjatuh sehingga layak aku banggakan? Seberapa mampu kau membuatku tersenyum
sehingga harus ku tunggu lebih lama lagi?
Mungkin ini
adalah pertanyaan yang tak terjawab. Mungkin ini adalah pertanyaan yang tak
seharusnya aku lontarkan. Mungkin juga, ini adalah pertanyaan yang tak
seharusnya ada. Ku berlari sejauh mungkin dari lingkaran ‘kita’. Ku melangkah
dengan pasti menjauhi segala apa yang ada di dalamnya. Aku mencoba berdiri.
Bangkit walau terjatuh lagi. Aku tetap mencoba berdiri dengan kaki ku tanpa
kau. Tanpa uluran tanganmu, tanpa belas kasihan siapa pun.
Aku berlari
sedemikian lajunya. Aku berlari dengan kaki yang pernah kau patahkan. Aku berlari dengan kaki yang
pernah kau sia-siakan. Dengan kaki
yang kau tak mau untuk berjalan bersama-samanya. Celakanya, aku hanya dapat
berlari di tempat. Walau sejauh mungkin ku berusaha. Walau sedemikian laju
kakiku mendayuh. Aku tetap berada
disini, di tempat dahulu sebelum semuanya berbeda..
Kau lupa atau
berpura-pura tak ingat?
Kau lihat mata
ini. Ini adalah mata yang darinya selalu kau buat menangis. Selalu mengeluarkan
air matanya. Kau lihat pula pipi ini. Ia selalu basah karena tangis. Ia selalu
lembab karena berpuluh-puluh tetes air mata yang melintasinya . Kau lihat tangan dan jemari ini. Inilah jemari yang
selalu menulis tentangmu. Selalu mengetikkan isi hatinya, ketika kau tak pernah
punya waktu untuk mendengar perkataanku melalui bibirku. Kau terus berpaling
kearah lain. Kau terus mengelak seolah tak tahu apa-apa.
Kau juga lupa
tentang adanya kepala ini? Atau kau justru tak mempunyai kepala? Atau bahkan kau
lupa memakai kepalamu untuk memakai pula apa yang ada di dalamnya. Otak.
Fikiran. Kau lupa bagaimana caranya mengatur
kerja otakmu? Agar kau mampu menelaah sedikit kode terselubung di balik
sedihku. Dan kata isyarat dibalik tulisanku. Harus nya mengerti. Harusnya kau
pahami. Bukan kau anggap aku seperti angin yang berhembus menemani harimu tanpa
kau pedulikan keberadaannya. Mengerti?
Aku mencoba
merebahkan badanku ketempat lain bukan disini. Aku pandangi langit-langit
berfikir keras bagaimana aku bisa terbangkan kecewa dan sedih ini bersama
angin. Melalui celah-celah yang ada disekitarku. Atau mungkin aku akan membuangnya
di tempat sampah. Agar tak ada satu pun yang memungutnya. Agar tak ada lagi
kesedihan yang tersisa.
Aku masih
disini dengan kecewaku yang dulu aku terlebih awal mengecewakanmu. Aku masih
disini dengan sedihku yang dulu terlebih awal membuatmu bersedih. Sungguh,
semua sangat adil kurasakan. Semua sama persis dengan apa yang ku perbuat. Aku
percaya memang, semua akan ada balasannya. Tapi ku fikir, balasan itu tak
seperih ini. Seperih kau meninggalkanku..
Ah yang lebih
parah,
Sampai
sekarang pun memang hanya kau yang mengerti, memang hanya kau yang memahamiku,
memang hanya kau yang kuharapkan kembali. Entahlah. Sepantas itukah kau untuk
ku tunggu(????) dan sampai sekarang masih kau lah yang mampu aku andalkan.
Walau kau jauh. Walau kau meninggalkan ku
walau kau sempat mematahkan kakiku.
Walau kau tak pernah memberi tanganmu untuk membuatku bangkit.
Tapi dengan
caramu aku mampu percaya lebih. Tapi karena mu aku mampu melihat indahnya dunia
dengan kaki ku sendiri. Tanpa siapa pun. Mungkin, kecewaku tak sebesar
bahagiaku di akhir. Mungkin, sedihku tak sebanding dengan pelajaran yang
kudapatkan. Mungkin, aku bisa belajar lebih dewasa dari ini...
Memang, kau
sudah pergi dari lingkaran ‘kita’. Tapi, masih ada lingkaran ‘aku’ dan ‘kau’
walau kita berada pada lingkaran yang berbeda. Walau kita tak berdiri dengan
kaki yang sama sehingga menjadi ‘kita’. Walau kita tak berada dalam lingkaran
yang semestinya. Walau kita bersebrangan. Walau kau disana dan aku disini. Tapi
kuharap. Tak ada alasan untuk saling membenci. Tak alasan untuk saling mencaci.
Walau ku
terlambat. Kau tetaplah yang terhebat!
Terimkasih!
Dan ku katakan diakhir tulisan ini..
“Kau memang pantas untuk di tunggu siapa pun
dan di harapkan” J
Pergilah
sejauh mungkin sesuka hatimu. Pergi saja dengan mereka yang kau mau. Asal kau
tak pernah benar-benar melupakanku.
#Ini tulisan untuk siapa? Kamu?
Aku? atau dia? Mereka? Ah sudahlah~
No comments:
Post a Comment