♫♬

Sunday, January 19, 2014

Celakanya, kau memang (pantas) ku tunggu

Seberapa pantas untuk di tunggu?

Ku tanya kan padamu. Seberapa pantas kau untuk terus di sayangi? Seberapa tangguh kau bertahan dan patut untuk ku perjuangkan? Seberapa kuat kau menopangku ketika terjatuh sehingga layak aku banggakan? Seberapa mampu kau membuatku tersenyum sehingga harus ku tunggu lebih lama lagi?
Mungkin ini adalah pertanyaan yang tak terjawab. Mungkin ini adalah pertanyaan yang tak seharusnya aku lontarkan. Mungkin juga, ini adalah pertanyaan yang tak seharusnya ada. Ku berlari sejauh mungkin dari lingkaran ‘kita’. Ku melangkah dengan pasti menjauhi segala apa yang ada di dalamnya. Aku mencoba berdiri. Bangkit walau terjatuh lagi. Aku tetap mencoba berdiri dengan kaki ku tanpa kau. Tanpa uluran tanganmu, tanpa belas kasihan siapa pun.
Aku berlari sedemikian lajunya. Aku berlari dengan kaki yang pernah kau patahkan. Aku berlari dengan kaki yang pernah kau sia-siakan. Dengan kaki yang kau tak mau untuk berjalan bersama-samanya. Celakanya, aku hanya dapat berlari di tempat. Walau sejauh mungkin ku berusaha. Walau sedemikian laju kakiku mendayuh. Aku tetap berada disini, di tempat dahulu sebelum semuanya berbeda..
Kau lupa atau berpura-pura tak ingat?
Kau lihat mata ini. Ini adalah mata yang darinya selalu kau buat menangis. Selalu mengeluarkan air matanya. Kau lihat pula pipi ini. Ia selalu basah karena tangis. Ia selalu lembab karena berpuluh-puluh tetes air mata yang melintasinya . Kau lihat tangan dan jemari ini. Inilah jemari yang selalu menulis tentangmu. Selalu mengetikkan isi hatinya, ketika kau tak pernah punya waktu untuk mendengar perkataanku melalui bibirku. Kau terus berpaling kearah lain. Kau terus mengelak seolah tak tahu apa-apa.

Kau juga lupa tentang adanya kepala ini? Atau kau justru tak mempunyai kepala? Atau bahkan kau lupa memakai kepalamu untuk memakai pula apa yang ada di dalamnya. Otak. Fikiran. Kau lupa bagaimana caranya mengatur kerja otakmu? Agar kau mampu menelaah sedikit kode terselubung di balik sedihku. Dan kata isyarat dibalik tulisanku. Harus nya mengerti. Harusnya kau pahami. Bukan kau anggap aku seperti angin yang berhembus menemani harimu tanpa kau pedulikan keberadaannya. Mengerti?

Aku mencoba merebahkan badanku ketempat lain bukan disini. Aku pandangi langit-langit berfikir keras bagaimana aku bisa terbangkan kecewa dan sedih ini bersama angin. Melalui celah-celah yang ada disekitarku. Atau mungkin aku akan membuangnya di tempat sampah. Agar tak ada satu pun yang memungutnya. Agar tak ada lagi kesedihan yang tersisa.
Aku masih disini dengan kecewaku yang dulu aku terlebih awal mengecewakanmu. Aku masih disini dengan sedihku yang dulu terlebih awal membuatmu bersedih. Sungguh, semua sangat adil kurasakan. Semua sama persis dengan apa yang ku perbuat. Aku percaya memang, semua akan ada balasannya. Tapi ku fikir, balasan itu tak seperih ini. Seperih kau meninggalkanku..
Ah yang lebih parah,
Sampai sekarang pun memang hanya kau yang mengerti, memang hanya kau yang memahamiku, memang hanya kau yang kuharapkan kembali. Entahlah. Sepantas itukah kau untuk ku tunggu(????) dan sampai sekarang masih kau lah yang mampu aku andalkan. Walau kau jauh. Walau kau meninggalkan ku walau kau sempat mematahkan kakiku. Walau kau tak pernah memberi tanganmu untuk membuatku bangkit.
Tapi dengan caramu aku mampu percaya lebih. Tapi karena mu aku mampu melihat indahnya dunia dengan kaki ku sendiri. Tanpa siapa pun. Mungkin, kecewaku tak sebesar bahagiaku di akhir. Mungkin, sedihku tak sebanding dengan pelajaran yang kudapatkan. Mungkin, aku bisa belajar lebih dewasa dari ini...

Memang, kau sudah pergi dari lingkaran ‘kita’. Tapi, masih ada lingkaran ‘aku’ dan ‘kau’ walau kita berada pada lingkaran yang berbeda. Walau kita tak berdiri dengan kaki yang sama sehingga menjadi ‘kita’. Walau kita tak berada dalam lingkaran yang semestinya. Walau kita bersebrangan. Walau kau disana dan aku disini. Tapi kuharap. Tak ada alasan untuk saling membenci. Tak alasan untuk saling mencaci.
Walau ku terlambat. Kau tetaplah yang terhebat!
Terimkasih! Dan ku katakan diakhir tulisan ini..
Kau memang pantas untuk di tunggu siapa pun dan di harapkan” J
Pergilah sejauh mungkin sesuka hatimu. Pergi saja dengan mereka yang kau mau. Asal kau tak pernah benar-benar melupakanku.

#Ini tulisan untuk siapa? Kamu? Aku? atau dia? Mereka? Ah sudahlah~


No comments:

Post a Comment