♫♬

Tuesday, January 14, 2014

Selamat Tinggal Masa Kelamku

Disini dengan keluh kesah. Disini dengan tangis sendu. Disini dengan sejuta harap. Dulunya selalu seperti itu. Selalu berputar-putar di lingkaran kesedihan. Sedih ditinggal teman dekat. Sedih ditinggal sahabat. Sedih dibagi kasih sayangnya. Sedih dalam segala hal. Sampai kadang lupa bagaimana cara tersenyum. Apa itu tawa? Dan bagaimana menghapus air mata?
Mulanya angin sepoi-sepoi bisa berganti menjasi angin topan. Mulanya hujan gerimis bisa berubah menjadi badai. Mulanya air segayung bisa seperti tsunami. Entahlah. Hiperbola seslalu kurasa. Ini itu ini itu selalu berujung pada kata kehilangan. Aku sampai lupa, bagaimana menggenggam? Aku sampai lupa apa rasanya di genggam? Karena terlalu sering dilepaskan di hempaskan dan tidak dipedulikan.
Aku sempat tidak mengingat apa itu teman. Aku juga tidak mengenal apa itu sahabat. Ketika mereka pergi. Ketika mereka melepaskan. Aku sering sendiri. Tanpa mereka atau siapa pun. Ada yang datang toh akan pergi juga, kan? Kedekatan tidak terlalu penting sekarang. Kepedulian lah yang kubutuhkan. Bukan siapa yang paling dekat. Tapi siapa yang peduli meski tidak pernah bisa dekat. Mengerti? Tidak? Sama. Aku juga tidak terlalu mengerti apa yang telah aku tuliskan.
Jika aku membenci keadaan. Apakah keadaan akan membaik?
Setahun lalu, aku selalu membenci keadaan. Aku selalu mencaci jarak, aku selalu berkata ini tidak adil.Hanya karena apa yang kupinta tidak sesuai dengan nyata. Ketika aku membenci keadaan. Keadaan bukan malah membaik bahkan lima kali lipat jauh lebih buruk dari sebelumnya. Yang ada diotakku hanya amarah dan menyalah-nyalahkan, mengumpat dan mencaci dalam hati. Entah seberapa banyak kata yang ku keluarkan menyalahkan keadaan. Tapi lagi-lagi kuberi tahu. Keadaan tidak membaik bahkan lebih buruk.

Apa ini namanya keadilan? Sempat pertanyaan itu muncul dan berkembang biak dalam hatiku. Semakin mengakar. Aku tidak peduli seberapa banyak orang disampingku waktu itu, yang ku fikir orang yang ku harapkan pergi. Dan apa kah itu yang namanya keadilan? Ketika mereka berbahagia karena orang yang mereka sayang aku justru harus merelakannya? Ketika mereka kesana kemari bergandengan dengan sahabatnya aku malah harus melihat sahabatku berubah begitu drastisnya. Apa itu yang namanya keadilan?
Sampai tahun dua ribu tiga belas berlalu dan di gantikan dua ribu empat belas.
Aku membuka lembaran baru yang putih. Bersih tanpa ada luka sedikit pun. Aku sudah membuang luka ku bersama sedihku tahun lalu. Aku sudah menerbangkannya di celahcelah kamarku dan meniupnya sejauh mungkin. Aku sudah ingat apa itu tersenyum. Aku sudah tahu bagaimana cara tertawa. Dan aku sudah lupa apa itu menangis. Duniaku telah berubah. Duniaku kini benar-benar murni aku yang menyettingsnya. Tidak ada mereka yang menghancurkan. Tidak ada mereka yang berkecimpung.
Aku mulai mengingat apa itu teman. Walau mereka pergi. Walau mereka tidak disisi. Tapi aku bisa merasakan kehadiran mereka. Kepedulian mereka yang mungkin tersalurkan melalui do’a. Aku menganggap mereka sebagai temanku. Walau bukan teman terdekatku apalagi sahabat. Aku membutuhkan seseorang memang, tapi biarkan Allah yang mempertemukanku dengan seorang teman itu suatu saat nanti. Tanpa aku harus bersusah payah mencarinya. Cepat atau lambat semua akan terjadi, kan?
Menyalahkan keadaan? Tidak. Aku mencintai keadaanku.
Tidak seperti waktu lalu, yang aku hanya sibuk mengumpat. Kini, aku berusaha mencintai keadaanku. Apa pun itu. karena dengan aku mencintai keadaan ku. Aku akan mudah menjalani hariku dengan penuh rasa syukur tentunya. Semua memang benar-benar berubah sekarang. Aku mencintai keadaanku walau sulit. Aku mencintai keadaanku apa pun yang terjadi. Sebab aku tahu. Allah tidak akan memberikan keadaan yang tidak bisa aku kendalikan.
ALLAH SELALU ADIL!
Hanya saja aku yang lagi-lagi tidak bersyukur dan bebal. Walau memang keadilan Allah tidak bisa kita telaah dari mana sisi keadilannya. Walau apa yang aku dapatkan bukan apa yang kamu dapatkan. Tapi aku percaya. Allah itu maha Adil lagi maha penyayang terhadap hambanya. Karena apa pun itu. sedih duka. Kecewa bahagia. Tangis senyuman. Aku selalu menganggap itu adil. Tidak ada segala sesuatu yang di bumi ini yang tidak sesuai porsinya. Mungkin setahun lalu selalu sedih yang kutuliskan. Selalu kekecewaan yang ku utarakan. Tahun ini. Aku telah bangkit. Aku baru sadar. Bahwa dia (temanku) tidak benar-benar pergi. Dan bahwa mereka tidak benar-benar menjauh.
Aku bahagia menjadi pribadi yang damai seperti sekarang.
Allah.. Terimakasih atas nafas tahun lalu yang masih Kau berikan. Dan untuk tahun ini J
Selamat tinggal sifat burukku! Selamat tinggal masa kelamku!
Selamat datang suksesku! Selamat bergabung kehidupku bahagiaku!


No comments:

Post a Comment