Disini dengan keluh kesah. Disini
dengan tangis sendu. Disini dengan sejuta harap. Dulunya selalu seperti itu.
Selalu berputar-putar di lingkaran kesedihan. Sedih ditinggal teman dekat.
Sedih ditinggal sahabat. Sedih dibagi kasih sayangnya. Sedih dalam segala hal.
Sampai kadang lupa bagaimana cara tersenyum. Apa itu tawa? Dan bagaimana
menghapus air mata?
Mulanya angin sepoi-sepoi bisa
berganti menjasi angin topan. Mulanya hujan gerimis bisa berubah menjadi badai.
Mulanya air segayung bisa seperti tsunami. Entahlah. Hiperbola seslalu kurasa.
Ini itu ini itu selalu berujung pada kata kehilangan. Aku sampai lupa,
bagaimana menggenggam? Aku sampai lupa apa rasanya di genggam? Karena terlalu
sering dilepaskan di hempaskan dan tidak dipedulikan.
Aku sempat tidak mengingat apa
itu teman. Aku juga tidak mengenal apa itu sahabat. Ketika mereka pergi. Ketika
mereka melepaskan. Aku sering sendiri. Tanpa mereka atau siapa pun. Ada yang
datang toh akan pergi juga, kan? Kedekatan tidak terlalu penting sekarang.
Kepedulian lah yang kubutuhkan. Bukan siapa yang paling dekat. Tapi siapa yang
peduli meski tidak pernah bisa dekat. Mengerti? Tidak? Sama. Aku juga tidak
terlalu mengerti apa yang telah aku tuliskan.
Jika aku membenci keadaan. Apakah
keadaan akan membaik?
Setahun lalu, aku selalu membenci
keadaan. Aku selalu mencaci jarak, aku selalu berkata ini tidak adil.Hanya
karena apa yang kupinta tidak sesuai dengan nyata. Ketika aku membenci keadaan.
Keadaan bukan malah membaik bahkan lima kali lipat jauh lebih buruk dari sebelumnya.
Yang ada diotakku hanya amarah dan menyalah-nyalahkan, mengumpat dan mencaci
dalam hati. Entah seberapa banyak kata yang ku keluarkan menyalahkan keadaan. Tapi
lagi-lagi kuberi tahu. Keadaan tidak membaik bahkan lebih buruk.
Apa
ini namanya keadilan? Sempat
pertanyaan itu muncul dan berkembang biak dalam hatiku. Semakin mengakar. Aku
tidak peduli seberapa banyak orang disampingku waktu itu, yang ku fikir orang
yang ku harapkan pergi. Dan apa kah itu yang namanya keadilan? Ketika mereka
berbahagia karena orang yang mereka sayang aku justru harus merelakannya?
Ketika mereka kesana kemari bergandengan dengan sahabatnya aku malah harus
melihat sahabatku berubah begitu drastisnya. Apa itu yang namanya keadilan?
Sampai tahun dua ribu tiga belas
berlalu dan di gantikan dua ribu empat belas.
Aku membuka lembaran baru yang
putih. Bersih tanpa ada luka sedikit pun. Aku sudah membuang luka ku bersama
sedihku tahun lalu. Aku sudah menerbangkannya di celahcelah kamarku dan
meniupnya sejauh mungkin. Aku sudah ingat apa itu tersenyum. Aku sudah tahu
bagaimana cara tertawa. Dan aku sudah lupa apa itu menangis. Duniaku telah
berubah. Duniaku kini benar-benar murni aku yang menyettingsnya. Tidak ada
mereka yang menghancurkan. Tidak ada mereka yang berkecimpung.
Aku mulai mengingat apa itu
teman. Walau mereka pergi. Walau mereka tidak disisi. Tapi aku bisa merasakan
kehadiran mereka. Kepedulian mereka yang mungkin tersalurkan melalui do’a. Aku
menganggap mereka sebagai temanku. Walau bukan teman terdekatku apalagi sahabat.
Aku membutuhkan seseorang memang, tapi biarkan Allah yang mempertemukanku
dengan seorang teman itu suatu saat nanti. Tanpa aku harus bersusah payah
mencarinya. Cepat atau lambat semua akan terjadi, kan?
Menyalahkan keadaan? Tidak. Aku
mencintai keadaanku.
Tidak seperti waktu lalu, yang
aku hanya sibuk mengumpat. Kini, aku berusaha mencintai keadaanku. Apa pun itu.
karena dengan aku mencintai keadaan ku. Aku akan mudah menjalani hariku dengan
penuh rasa syukur tentunya. Semua memang benar-benar berubah sekarang. Aku
mencintai keadaanku walau sulit. Aku mencintai keadaanku apa pun yang terjadi.
Sebab aku tahu. Allah tidak akan memberikan keadaan yang tidak bisa aku
kendalikan.
ALLAH SELALU ADIL!
Hanya saja aku yang lagi-lagi
tidak bersyukur dan bebal. Walau memang keadilan Allah tidak bisa kita telaah
dari mana sisi keadilannya. Walau apa yang aku dapatkan bukan apa yang kamu
dapatkan. Tapi aku percaya. Allah itu maha Adil lagi maha penyayang terhadap
hambanya. Karena apa pun itu. sedih duka. Kecewa bahagia. Tangis senyuman. Aku
selalu menganggap itu adil. Tidak ada segala sesuatu yang di bumi ini yang
tidak sesuai porsinya. Mungkin setahun lalu selalu sedih yang kutuliskan.
Selalu kekecewaan yang ku utarakan. Tahun ini. Aku telah bangkit. Aku baru
sadar. Bahwa dia (temanku) tidak benar-benar pergi. Dan bahwa mereka tidak
benar-benar menjauh.
Aku bahagia menjadi pribadi yang
damai seperti sekarang.
Allah.. Terimakasih atas nafas
tahun lalu yang masih Kau berikan. Dan untuk tahun ini J
Selamat tinggal sifat burukku!
Selamat tinggal masa kelamku!
Selamat datang suksesku! Selamat
bergabung kehidupku bahagiaku!
No comments:
Post a Comment