Terimakasih Wahai Musuhku
Oleh Abdul Aziz
Setiawan
Perlakuan terburuk yang menimpa kita dalam hidup adalah apa
yang di lakukan oleh seorang musuh terhadap kita. Sebabnya adalah karena mereka
senantiasa bertindak bodoh, buruk pergaulan dan tidak punya keperdulian. Agar
siapa saja yang ada di sekitar kita bersatu dalam angkara murka dan
perselisihan.
Pengalaman
telah mengajariku bahwa termasuk bijaksana jika kita bersabar terhadap
orang-orang yang menyelisihi, berjiwa besar terhadap mereka, menggunakan pengobatan
rabbani melalui perdebatan dengan cara yang terbaik “Maka tiba-tiba orang yang di antaramu dan dia ada permusuhan
seolah-olaj telah menjadi teman yang sangat setia” Fushshilat : 34.
Wahai
orang-orang yang di kungkung perbuatannya!
Dari “...yang...” dan dari “..yang..”. Tolaklah kejahatan
mereka dengan cara yang lebih baik. Hingga engkau melihat “..antaramu dan
antara dia..”.
Pengalaman
telah mengajariku untuk tidak putus asa terhadap mereka, orang-orang yang
enggan kecuali hanya ingin menjadi musuh dan orang-orang yang antipati. Mereka
adalah bagian dari sunnah rabbaniyyah dalam kehidupan. Mereka adalah para
pekerja keras dengan buah yang baik.
Terimakasih
wahai musuhku!
Kalian wahai musuhku, orang yang telah mengajariku bagaimana
mendengarkan koreksian yang satu dengan koreksian yang lain dan lebih tegas
tanpa keraguan. Bagaimana aku melalui jalan ku tanpa ragu-ragu, walaupun aku
mendegarkan perkataan yang tidak pantas dan tidak indah pada darimu.
Ini adalah
pelajaran besar yang tidak akan di temui seseorang dalam teori sekalipun,
hingga Allah sendiri yang akan menentukan baginya siapa saja yang akan di uji
oleh-Nya, menimpakan kepahitan atasnya hingga akhirnya menjadi sesuatu yang
biasa baginya.
Terimakasih
wahai musuhku!
Kalianlah yang menjadi sebab jiwa ini terkendali, tidak
silau dengan pujian orang-orang yang suka memuji. Allah telah menjadikan kalian
seperti hakim yang memutuskan dua hal yang berseberangan. Agar seseorang tidak
silau dengan pujian dan sanjungan yang melampaui batas, atau ketakjuban bukan
pada tempatnya dari orang-orang yang suka melihat yang baik-baik saja,
kebalikan dari yang kalian lakukan ketika kalian semua melihat kami kecuali
dari sisi yang lain, atau kalian melihat kebaikan akan tetapi kalian
menjadikannya sebagai satu keburukan.
Terimakasih
wahai musuhku!
Kalian telah mengejek semua lisan untuk membela kebenaran
dan menjadikannya condong kepada kebenaran serta memprovokasi kehinaan kalian,
sehingga menghilangkan pembelaan dan keangkuhan. Kalau sekiranya bukan karena
kobaran api, niscaya aku tidak akan berada disebelahmu. Karena harum batang
pohon kayu gaharu tidak akan dikenali tanpamu.
Terimakasih,
Terimakasih wahai musuhku!
Kalianlah wahai musuhku pemilik keunggulan walaupun kalian
tidak menginginkannya. Penghasil keseimbangan dan keadilan dalam gagasan.
Mungkin saja seseorang memberi sebagian haknya di atas kemampuannya. Akan
tetapi, kalianlah yang menjafi sebab pelaksanaan huku-hukum keseimbangan,
akurasi koreksi dan revisi.
Sekali-kali, kemarahan tidak menjadikan kalian berpaling.
Karena seseorang jika mendapatkan apa yang ia inginkan maka enggan untuk
melihat dan berfikir. Dia tenggelam dalam kegelapan bantahan dan berpaling,
hingga tidak tersisa dalam dirinya bagian untuk merendah dan tenang. Dia akan
senantiasa mengoreksi perkataan lawan bicaranya, mungkin saja ia mendapatkan
sedikit tempat kebenaran walaupun sedikit.
Terimakasih
wahai musuhku!
Kalian senantiasa termotivasi untuk mempertajam argumen,
membuat tantangan, membuka perasaan, cepat dalam berlomba, sehingga menyebabkan
seseorang menjadi sangat kikit terhadap dirinya, sangat cermat terhadap
dirinya, mencoba dan mengembangkan diri, menariknya ke tingkatan yang tinggi
dan mulia. Maka berlomba-lomba adalah sunnah syar’iyah dan ketentuan rabbani “dan untuk yang demikian itu hendaknya orang
berlomba-lomba” (al muthaffifiin:26)
No comments:
Post a Comment